WahanaListrik.com | Pemerintah berupaya mengurangi sampah dengan mengolahnya menjadi energi listrik.
Salah satu upaya yang diharapkan dapat memiliki dampak besar dalam mengurangi sampah laut adalah infrastruktur pengolahan sampah menjadi listrik atau Pengolahan Sampah Energi Listrik (PSEL).
Baca Juga:
Pertumbuhan Tinggi, Dirjen ESDM: Masalah Over Supply Listrik di Jawa-Bali Akan Teratasi
Sebagaimana di PSEL yang sudah dibangun di Benowo, 1.000 ton sampah dapat dikonversikan menjadi 10 MW listrik.
Berdasarkan data yang dihimpun, dari 12 PSEL yang ditargetkan oleh Pemerintah, baru PSEL Benowo di Kota Surabaya yang telah beroperasi penuh sejak 6 Mei 2021 yang lalu, sisanya masih dalam tahapan persiapan.
Kota Surakarta unggul, dengan progress konstruksi yang telah mencapai 80% penyelesaian serta memasang target 1 April 2022 untuk operasional tahap 1.
Baca Juga:
Percepat NZE 2060, PLN Indonesia Power Perkuat Ekosistem Hidrogen dari Hulu ke Hilir
DKI Jakarta yang sebelumnya telah memiliki mitra, masih terbelenggu dengan pendanaan akibat mundurnya salah satu mitra investornya, Kota Palembang saat ini masih dalam penyiapan teknis bersama mitra pengembang, dan Kota Tangerang yang sudah mendapat persetujuan DPRD, sedang mempersiapkan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) dalam waktu dekat.
Asisten Deputi Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Ridha Yasser menjelaskan Kemenko Marves terus mengawal koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga terkait dalam mempercepat realisasi fasilitas PSEL di 12 kota tersebut.
Tidak banyak pilihan teknologi yang dapat diandalkan untuk memusnahkan sampah secara cepat dalam skala yang besar.
Sementara ini teknologi thermal adalah yang paling efisien untuk pemusnahan sampah seperti tersebut.
Lanjut Ridha, kendala-kendala di tingkat daerah menjadi catatan khusus mengapa upaya percepatan dari pemerintah terus digencarkan.
Khususnya pemahaman seputar insentif yang tercakup dalam Perpres 35 Tahun 2018, dan tata kelola yang menjamin keberlanjutan pengembangan dan investasi sistem pengolahan sampah di kota-kota yang masuk dalam kategori darurat sampah.
"Pada kenyataannya, mayoritas pemerintah daerah memiliki pemahaman yang tidak utuh, serta bervariasi perihal maksud dari semangat percepatan yang digencarkan pemerintah pusat sebagai kiat mempercepat proses pengadaan dan pembangunan fasilitas PSEL. Kemenko Marves dibantu Kementerian/Lembaga terkait secara intens memberikan pendampingan dalam pemahaman dan upaya pencapaian percepatan yang dimaksud ini kepada Pemerintah Daerah," jelas Ridha dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (16/2/2022).
Pemerintah pusat memiliki semangat untuk mensinergikan para pemangku kepentingan khususnya Pemda dan mitra pengembang yang tentu berharap bahwa investasi yang akan dibangun, telah dikaji dengan seksama dan didayagunakan secara optimal setelah dibangun, serta diterapkan berdasarkan kepastian regulasi. Harapannya, melalui pemahaman terkait skema insentif yang utuh dan pelaksanaan operasional PSEL dapat terjaga keberlanjutannya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menyatakan program PSEL saat ini sudah berjalan sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) 35 Tahun 2018, dan kota Solo menjadi contoh terdekat yang akan beroperasi setelah PSEL Benowo.
Meskipun program ini menghadapi berbagai polemik terkait target pencapaian dan tantangan teknis untuk meminimalkan dampak turunan dari PSEL, Pemerintah tetap akan mendorong realisasi PSEL di Indonesia.
Usaha ini, juga disertai berbagai upaya promotif pemilahan dan pengurangan sampah melalui bank sampah dan off-taker daur ulang, sebelum sisanya masuk ke sistem PSEL.
Dengan demikian, jumlah sampah yang akhirnya membebani di TPA dapat berkurang.
"Merujuk dari Jakstranas target pencapaian yang ditetapkan adalah 30% pengurangan sampah, dan 70% penanganan sampah pada tahun 2025. Saat ini KLHK sedang gencar pada aspek pengurangan sampah sambil tetap mendorong upaya penanganan sampah, salah satunya melalui pemilahan sebelum dibawa ke TPA. Secara spesifik, PSEL sebagai salah satu solusi terintegrasi penanganan sampah, hanya ditujukan kepada kota-kota besar (12 Kota) sesuai Perpres karena PSEL memang diperuntukkan untuk mengolah ribuan ton sampah," jelas Vivien.
Terkait dengan dampak turunan yang dihasilkan, Vivien menegaskan bahwa standar teknologi yang dipakai PSEL sudah disesuaikan dengan standar emisi nasional yang ditetapkan KLHK secara serius.
Apalagi menurutnya, teknologi yang dipergunakan sudah baku diterapkan di negara-negara maju seperti Eropa dan Singapura, dan teruji untuk mendukung pengolahan sampah sesuai dengan misi PSEL itu sendiri yakni mengolah sampah.
"Fokus PSEL berada pada pengolahan Sampah, dan hasil turunannya adalah energi listrik. Sistem yang dipakai PSEL bukan pembakaran terbuka (tak terkendali) seperti yang dibayangkan pada proses insenerasi konvensional, namun ada standar emisi yang tegas diterapkan sesuai regulasi yang berlaku," katanya.
Saat ini progres pembangunan PSEL di 12 Kota juga dipantau oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP). KPPIP berdiri sejak 2015 dengan mandat percepatan pelaksanaan proyek Infrastruktur di Indonesia dan menjadi Center of Excellence untuk percepatan program infrastruktur.
KPPIP juga menyampaikan bahwa isu umum yang dihadapi PSEL ini adalah tipping fee (Biaya Layanan Pengolahan Sampah) yang timbul akibat besarnya volume sampah yang akan diolah di PSEL.
Selain itu, KPPIP juga mencatat kualitas sampah di Indonesia masih sangat rendah dimana tidak ada proses pemilahan di sumber dan pengumpulannya sebelum masuk ke PSEL. Hal ini tentunya menurunkan efektivitas pengelolaan sampah pada sistem PSEL.
Pada hakikatnya, pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, dengan mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota tanpa meninggalkan beban permasalahan di generasi selanjutnya.
Hasil-hasil olahannya seperti listrik, kompos, dan selanjutnya, mengurangi beban total biaya pengolahan sampah, namun belum mampu menutup seluruhnya. [Tio]