WahanaListrik.com | Kementerian ESDM berencana mengevaluasi harga batu bara untuk kewajiban pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) untuk PLN yang dipatok sebesar US$ 70 per ton.
Direktur Pembinaan Program Ditjen Minerba, Sunindyo Suryo Herdadi membeberkan pihaknya saat ini beserta para stakeholder terkait tengah mengevaluasi harga DMO batu bara. Namun untuk dia belum dapat membeberkan rencana itu secara lebih rinci.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
"Saat ini belum dapat kami publish secara detail seperti apa nanti hasilnya tentunya kita akan segera infokan apabila ada hasil khususnya yang terkait dengan untuk pemenuhan kebutuhan listrik umum ini," katanya dalam Minerba Virtualfest 2021, Selasa (21/12/2021).
Satu hal yang pasti, Kementerian ESDM memantau dinamika dari kepatuhan perusahaan tambang dalam memenuhi kuota DMO, khususnya untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN.
"Kalau secara formula kita masih tetap gunakan yang empat index tadi cuma memang sekarang kita sedang melakukan evaluasi terhadap capping harga US$ 70 per ton. Nanti untuk detail seperti apa, tentunya kan kita melihat perkembangan kepatuhan para wajib DMO kepada PLN," katanya.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba), Muhammad Wafid mengatakan evaluasi juga akan menyasar harga khusus batu bara untuk industri pupuk dan semen yang beberapa waktu lalu baru saja ditetapkan sebesar US$ 90 per ton.
"Ketiganya terus akan dievaluasi secara terus menerus," ujarnya.
Sehingga apa yang menjadi kewajiban perusahaan maupun pemerintah sendiri di dalam pelayanan langsung kepada masyarakat. Khususnya yang berhubungan dengan subsidi secara keseluruhan untuk masyarakat dapat dilakukan dengan berimbang.
"Artinya perusahaan juga harus memberikan kewajibannya, tapi pelayanan pemerintah kepada masyarakat juga dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga yang tadi batu bara untuk PLN atau pembangkit itu di capping US$ 70 maupun semen dan pupuk di capping US$ 90 itu akan terus dilakukan kajian," katanya.
Sebelumnya, pengusaha batu bara berharap harga DMO dapat mengikuti harga batu bara. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Ia menilai disparitas antara harga batu bara DMO dan khusus ekspor cukup jauh.
"Kami tidak minta pemerintah untuk menaikan harga karena ini kan domainnya pemerintah. Cuma kalau pengusaha ditanya semuanya pasti maunya harga pasar," katanya.
Pemikiran tersebut terlintas bukan hanya ketika harga batu bara sedang tinggi-tingginya saja. Meski begitu Hendra paham pemerintah mempunyai pertimbangan lain.
"Ini bukan harga tinggi sehingga muncul ada dugaan seolah olah perusahaan mendesak pemerintah meminta harga DMO untuk direvisi. Dari awal pengusaha itu minta harga pasar," katanya.
Hendra mengatakan jika harga DMO direvisi, maka negara akan dapat memaksimalkan berkah dari kenaikan harga batu bara.
Sebaliknya, jika harga batu bara terpuruk, produsen yang kesulitan untuk memasok ke PLN guna memenuhi kewajiban DMO.
"Jadi lebih fair ke harga pasar. Sebelumnya begitu, pemerintah kan berdiri di semua pihak kan," katanya.
Menurut dia DMO harus menciptakan keadilan, bukanya bagi pengguna batu bara saja. Namun juga pemerintah harus melihat keadilan bagi para penambang batu bara. [Tio]