WahanaListrik.com | PT PLN (Persero) sudah mendapatkan komitmen suplai batu bara dari produsen batu bara untuk memenuhi kebutuhan pasokan ke pembangkit listrik tenaga uapa (PLTU) miliknya.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo bercerita bahwa dari bulan Agustus 2021 sampai dengan Desember 2021 efektifitas pengiriman dari pasokan batu bara kepada PLN hanya berkisar 62%. Kemudian pada Desember turun menjadi hanya 35%.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
Dengan adanya penurunan suplai batu bara itu, Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM menugaskan untuk menambah pasokan 5,1 juta ton.
Namun penugasan itu sampai akhir Desember hanya efektif 1% saja. Makanya stockpile dari batu bara PLN mengalami krisis.
Akhirnya Dirjen Minerba Kementerian ESDM mengeluarkan surat keputusan untuk melarang ekspor. Dengan begitu, kata Darmawan pihaknya sudah mendapatkan kepastian suplai batu bara.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Darmawan mencatat, pada akhir Desember ada penugasan suplai batu bara 2,9 juta ton, kemudian ditambah pada 6 Januari mencapai 3,4 juta ton.
Lalu, pada 9 Januari ditambah lagi 2,1 juta ton yang saat ini tambahan tersebut sudah kita lakukan pengamanan sehingga ada peningkatan volume pengiriman batu bara yang bisa meminimalisasi risiko pemadaman dalam jangka pendek.
"Alhamdulillah dengan adanya stop ekspor ini kami mendapat tambahan batu bara di bulan ini yang biasanya hanya sekitar 10,7 juta ton, sekarang ditambah 16,2 juta ton," ungkap dia dalam Economic Challenges, Selasa malam (11/1/2022).
Darmawan memastikan, dalam jangka waktu yang pendek ini, kebutuhan untuk memenuhi ideal hari operasi (HOP) untuk kebutuhan batu bara selama 15 hari bisa tercapai dan minimum HOP 20 hari bisa dilalui dengan adanya penugasan suplai batu bara tersebut.
Seperti yang diketahui, sebelumnya, pihak PLN mengatakan untuk mengejar ideal minimal 20 HOP, PLN membutuhkan batu bara sebanyak 20 juta ton. Itu artinya masih ada kekurangan pasokan 2,8 juta ton batu bara lagi.
"Untuk memastikan ini tidak terjadi lagi di masa lalu, akan ada rapat kordinasi bulanan. Saat ini dari menteri ESDM sudah arahkan hitung-hitungan DMO yang tadinya tahunan menjadi di review bulanan. Artinya pada saat bulan tersebut apabila volume tidak terpenuhi langsung pada akhir bulan langkah koreksi dilakukan," ungkap Darmawan.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menyampaikan, bahwa pelarangan ekspor batu bara masih tetap berlaku hingga 31 Januari 2022.
Masih berlaku sampai 31 Januari 2022, jadi ini belum ada keputusan (dicabut larangan ekspornya). Masih akan dievaluasi oleh para Menteri pada rapat yang setahu saya direncanakan besok (hari Rabu ini)," terang Ridwan.
Sejak pelarangan ekspor batu bara diberlakukan pada 31 Desember 2021 lalu, kata Ridwan, volume suplai batu bara untuk pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) sudah mengalami perbaikan. Yang semula dikhawatirkan akan memadamkan 17 atau 20 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 10 Giga Watt (GW).
"Sekarang rata-rata sudah dapat dicapai mendekati 15 HOP (Hari Operasi). Jadi sudah mendekat ke sana, efektifitas kewajiban kontrak-kontrak mitra dengan PLN kurang lebih sekarang sudah di atas 60% - 80%-an," terang Ridwan.
Yang terang, sampai hari terakhir ini, kata Ridwan, laporan dari PLN atas kesediaan pasokan batu bara masih sangat dinamis, yang penting secara volume sudah memadai.
"Yang kita tunggu sekarang adalah ketersampaiaan batu bara ke PLTU-nya. Kapal tongkang sudah diatur sudah ada lokasinya tapi belum bergerak kapalnya," ungkap Ridwan. [Tio]