WahanaListrik.com | Upaya PLN meningkatkan rasio elektrifikasi di seluruh Indonesia dilakukan dengan kerja keras, perjuangan dan melibatkan banyak personel lapangan.
Terutama, dalam melistriki wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Salah satu daerahnya adalah Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Alor, merupakan Kabupaten Kepulauan yang memiliki 17 buah pulau kecil di sekitarnya, termasuk daerah dataran tinggi dengan 60 persen wilayahnya berbukit, bergunung, dan memiliki jurang yang cukup terjal.
Akses jalan juga masih banyak yang belum beraspal.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Tidak hanya terpencil, upaya melistriki wilayah ini juga dihadapkan dengan tantangan geografis.
Semangat dan komitmen PLN melistriki negeri, dapat tergambar dari upaya para petugas lapangan yang siap menghadapi berbagai tantangan.
“Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi PLN untuk melistriki pelosok negeri terkhusus di Alor,” ujar Teknisi Konstruksi Listrik Pedesaan PLN, Luther Simon Rufus Tubulau.
Akses untuk menuju ke Alor bisa dicapai dengan menggunakan pesawat terbang dari Ibukota NTT yakni Kupang dengan waktu tempuh sekitar 60 menit.
Menuju Alor juga bisa menggunakan kapal penyeberangan yang memakan waktu selama 9 jam perjalanan.
Tugas Luther tidaklah sepele. Dia harus memastikan pekerjaan konstruksi jaringan listrik yang sedang dibangun sesuai standar dan bisa beroperasi dengan baik untuk menyuplai kebutuhan listrik ke depannya.
Luther menjelaskan, pekerjaannya dimulai dari survei lokasi yang akan dibangun jaringan listrik, menggambar sketsa jaringan listrik, melakukan pematokan dan berkoordinasi dengan stakeholder di lokasi, hingga mengawal pekerjaan pembangunan listrik sampai selesai dan disambung ke pelanggan.
Luther menyadari bahwa ini sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang pejuang kelistrikan.
Dirinya pun mengaku sempat merasa kesulitan untuk beradaptasi lantaran banyak hal harus dipelajari dalam mengawasi pekerjaan. Faktor utamanya adalah medan yang menantang dan akses yang cukup sulit.
“Terkadang saya juga terpaksa menginap dan tidur di rumah warga setempat karena tidak memungkinkan untuk bekerja bolak-balik mengawasi setiap saat,” ucap Luther.
Luther pun mencontohkan tantangan lain dalam melistriki wilayah Alor.
Saat itu, sewaktu pekerjaan di daerah kepulauan menggunakan kapal motor, tepatnya di Pulau Treweng berjarak 2 jam perjalanan dari Kota Kalabahi, kapal hampir terbalik karena dampak cuaca yang tidak bersahabat.
“Syukur Tuhan masih sayang saya waktu itu, sehingga masih ada rasa trauma yang membekas jika mengingat kembali kisah itu,” kenang Luther.
Cerita serupa sepertinya juga dapat ditemui dari perjuangan para petugas PLN yang berupaya melistriki daerah 3T. Untuk itu, General Manager PLN Unit induk Wilayah Nusa Tenggara Timur Agustinus Jatmiko mengapresiasi pegawai PLN NTT yang ditugaskan di Pulau Alor untuk membangun jaringan listrik desa.
“Seorang pegawai yang masih muda dengan dedikasi dan loyalitasnya sebagai putra daerah, saya bangga kepada Luther Tubulau ini dan saya yakin pegawai PLN lainnya juga mempunyai antusiasme yang sama karena PLN menerapkan budaya “AKHLAK” dalam melaksanakan tugas pelayanan,” ujar Agustinus.
Agustinus menambahkan, Kabupaten Alor ini salah satu kabupaten yang kondisi geografis dan infrastruktur cukup menantang.
“Harus diakui, butuh usaha ekstra ketika melistriki desa – desa di Alor seperti yang dilakukan oleh Luther Tubulau, seorang pegawai PLN yang masih muda dengan dedikasi dan loyalitasnya sebagai putra daerah.” ungkap Jatmiko.
Dirinya juga menjelaskan bahwa sejak tahun 2018, PLN telah berhasil melistriki 44 desa terpencil di Provinsi NTT.
“Meskipun penuh tantangan, kami akan terus berupaya melistriki wilayah-wilayah terpencil,” pungkas Jatmiko. [Tio]