WahanaListrik.com | Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian menerbitkan beleid baru terkait Peta Jalan dan Spesifikasi Kendaraan Bermotor Listrik.
Aturan itu tertuang dalam Permenperin No. 6/2022. Beleid anyar itu berlaku sejak diterbitkan.
Baca Juga:
Balai Kemenperin dan Pemda Fasilitasi Pemberian Sertifikat TKDN-IK
Karena itu, aturan sebelumnya yakni Permenperin No.27/2022 resmi dicabut.
Terdapat beberapa perbedaan yang menonjol, antara lain perubahan target produksi kendaraan bermotor listrik dan formulasi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Pada Permenperin No.6/2022, pemerintah merevisi target kuantitatif. Dalam target tersebut diterangkan, produksi mobil listrik ditenggat pada 2025 sebanyak 400.000, kemudian pada 2030 bertambah menjadi 600.000 unit, dan pada 2035 sebesar 1 juta unit.
Baca Juga:
Pertamina Gunakan Tingkat Komponen Dalam Negeri Hingga Rp 374 Triliun Selama 2023
Sedangkan untuk sepeda motor listrik dan kendaraan roda tiga, pada 2020 realisasi target itu mencapai 5.000 unit, sedangkan pada 2025 sebanyak 6 juta unit, 2030 sebesar 9 juta unit, dan pada 2035 bertambah menjadi 12 juta unit.
Sebaliknya, pada Permenperin No. 27/2020 sebelumnya, target pemerintah untuk kendaraan bermotor listrik dikelompokkan pada LCEV yang jumlah produksinya dipatok 10 persen dari total produksi 1,5 juta unit, bertambah menjadi 20 persen dari total produksi 2 juta unit pada 2025, 25 persen dari 3 juta unit produksi pada 2030, dan 30 persen terhadap total produksi 4 juta unit pada 2035.
Sedangkan untuk sepeda motor listrik, aturan yang lama itu mematok target yang dimulai pada 2020 sebesar 10 persen dari 7,5 juta unit produksi, dan hingga pada 2035 mencapai 30 persen dari total produksi 10,75 juta unit.
Revisi ini rasanya merupakan respon terhadap lambatnya populasi kendaraan bermotor listrik yang jauh dari target.
Untuk kendaraan roda empat saja, penjualan mobil elektrik terus mengalami penurunan. Perbedaan mencolok lainnya adalah formulasi penetapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri atau TKDN.
TKDN ini meliputi proses manufaktur komponen utama, komponen pendukung, pengembangan (R&D), dan perakitan.
Pada Permenperin yang baru, proses perakitan mendapatkan porsi lebih besar. Untuk periode 2020-2023, TKDN untuk proses perakitan yang mencakup penilaian tenaga kerja dan alat kerja diberikan porsi 20 persen.
Sedangkan pada periode 2024 dan seterusnya, bobot aspek perakitan mencapai 12 persen. Sebaliknya, pada peraturan sebelumnya, TKDN terkait aspek perakitan baik roda dua dan roda empat hanya memiliki bobot 10 persen.
Bobot TKDN terbesar adalah aspek manufaktur komponen utama berupa baterai dan drive train sebesar 55 persen, dan komponen pendukung sebanyak 15 persen.
Persoalannya, pada kebijakan baru tersebut, selain mengubah bobot aspek perakitan menjadi lebih besar, juga mengurangi bobot aspek manufaktur komponen pendukung dan komponen utama.
Masing-masing memiliki bobot 10 dan 50 persen (pada 2024 dan seterusnya menjadi 58 persen). Mengikuti arah perubahan ini, pemerintah seakan bermaksud menggenjot importasi kendaraan listrik meskipun dalam bentuk terurai lengkap (CKD) dan terurai tidak lengkap (IKD).
Terlebih lagi, pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga telah membebaskan bea masuk impor IKD. [Tio]