WahanaListrik.com | Berangkat dari latar belakang intensitas dan potensi bencana alam yang cukup besar di Indonesia, mahasiswa ITB membuat inovasi SPITS atau Solar Power Plant with Internet of Things System.
Inovasi SPITS tersebut berhasil mengantarkan tim ITB meraih juara 1 Marine Paper Competition 2021.
Baca Juga:
Kasus Plagiarisme, Sejumlah Akademisi Berakhir Gelarnya Dicabut
Adapun Tim SPITS itu ada tiga mahasiswa, dua mahasiswa Teknik Telekomunikasi 17, yakni Muhammad Miqdad Nadra dan Dicky Dwi Putra, serta satu lagi dari Teknik Geodesi dan Geomatika 18 Ramadani Putri.
“Pada umumnya, bencana yang sering terjadi adalah gempa bumi dan tsunami karena kondisi geografis Indonesia. Berdasarkan kasus gempa bumi dan tsunami di Palu pada 2018 lalu, beberapa gardu listrik mengalami kerusakan pascabencana sehingga memengaruhi pasokan energi listrik. Perbaikannya pun membutuhkan waktu yang lama, sedangkan kebutuhan masyarakat terkait energi listrik menjadi prioritas,” ungkap Dicky kepada awak media, seperti dilansir dari laman resmi itb.ac.id.
Di sisi lain, mereka menilai potensi energi terbarukan di Indonesia cukup tinggi, salah satunya energi surya yang belum dioptimalkan potensinya.
Baca Juga:
Kabar Gembira! ITB Bakal Bangun Asrama Mahasiswa dan Laboratorium di Kampus Cirebon
SPITS tidak hanya dapat diandalkan ketika bencana, tetapi juga bisa diterapkan di daerah 3T yang masih terbatas akses listriknya.
Secara garis besar, SPITS memiliki dua sistem, yaitu photovoltaic off grid dan sistem manajemen energi. Kedua sistem ini saling terintegrasi. Panel surya akan menangkap intensitas cahaya matahari dan energi yang didapatkan akan disimpan pada baterai yang selanjutnya dapat dimanfaatkan masyarakat. Alat ini mampu menghasilkan daya 80 watt.
“Sistem manajemen energi akan membantu pengguna untuk mengetahui besar daya, tegangan, dan arus yang digunakan, serta kapasitas daya pada baterai,” imbuh Dicky.
SPITS merupakan alat yang dikembangkan atas kerja sama berbagai pihak di antaranya dosen pembimbing mereka.
Diataranya Wervyan Shalannanda, S.T., M.T dari kelompok keahlian Teknik Telekomunikasi, dan Dr. Ir. Agus Purwadi, M.T dari kelompok keahlian Teknik Ketenagalistrikan.
Ada juga dari alumni Teknik Tenaga Listrik 15, yakni Abdurrauf Irsal dan Muhammad Alif Mi’raj Jabbar, serta Adelia Kurniadi (Teknik Geologi 18) yang turut juga terlibat dalam pembuatannya.
Alat ini sudah menjalani pengujian photovoltaic dan tegangan output yang dihasilkan AC (224 V) dengan frekuensi 49,9 Hz. Nilai tegangan dan frekuensi tersebut sudah sesuai dengan SPLN 1:1995.
Dicky menyebut, alat ini sifatnya masih berupa prototype sehingga masih dapat dikembangkan seperti peningkatan kapasitas daya dan desain alat yang lebih lagi.
“Kabar baiknya, pihak Kementerian ESDM yang turut menjadi juri perlombaan, menawarkan kerja sama untuk pengembangan alat ini,” terang Rama.
Kompetisi bertajuk Marine Icone yang digelar FTK ITS ini dimulai dari tahap pengumpulan abstrak pada (26/9/2021). Sebanyak 45 tim dinyatakan lolos abstrak dan dilanjutkan ke seleksi full paper.
“Pengumpulan full paper dilakukan pada (03/10/2021). 10 tim terbaik berhak melenggang ke babak final. Pada tahap ini, kami harus membuat poster serta melakukan presentasi di depan juri dari Kementerian ESDM dan dosen ITS pada (20/11/2021). Pengumuman kejuaraan dilakukan sehari setelahnya,” tutur Miqdad selaku ketua tim.
Mengikuti perlombaan semacam ini sudah kerap dilakoni oleh Dicky dan Miqdad, namun tidak bagi Rama.
“Ini jadi hal baru dan sangat menarik karena harus belajar banyak tentang pembuatan alat ini yang sangat berbeda dengan jurusanku. Kami membuat timeline pengerjaan agar lebih teratur,” ungkapnya. [Tio]