“Oleh karena itu, ketentuan mengenai mekanisme implementasi cap, trade and tax dibutuhkan sebagai rujukan bagi PLN untuk melakukan perencanaan dan strategi yang matang sebagai persiapan implementasi NEK di Indonesia,” ujar Didi.
Sejak 2005, PLN telah berpartisipasi dalam perdagangan karbon internasional.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Beberapa pembangkit energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong dan PLTP Kamojang telah mengadopsi Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme perdagangan karbon pada Protokol Kyoto.
“Selain CDM, PLN juga telah mengadopsi mekanisme Verified Carbon Standard (VCS) pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi, PLTA Renun, dan PLTA Sipansihaporas,” imbuh Didi.
Instrumen NEK lainnya yang berhasil diimplementasikan PLN ialah uji coba perdagangan karbon nasional di PLTU Tanjung Jati B dan 25 PLTU lainnya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Langkah itu diganjar Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi Tahun 2021 Kategori C: Penurunan dan Perdagangan Emisi Karbon di Pembangkit Listrik.
Didi menjelaskan, PLN telah melakukan uji coba perdagangan karbon nasional melalui dua skema, yaitu perdagangan kuota emisi dan pengimbangan emisi.
Perdagangan emisi terjadi antara pembangkit yang melebihi emisi dengan pembangkit yang memiliki alokasi emisi yang tidak terpakai.