WahanaListrik.com | Pemerintah didorong menerapkan cukai polusi atau penalti atas kelebihan gas buangan emisi untuk mendorong nilai ekonomi kendaraan listrik yang lebih murah.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin mengatakan pihaknya telah lama mengusulkan insentif fiskal untuk low carbon emission vehicle (LCEV).
Baca Juga:
Uni Eropa Berlakukan Tarif Tinggi Mobil Listrik Buatan China
Menurut catatan KPBB, tanpa adanya insentif, total cost ownership atau ongkos kepemilikan kendaraan listrik sebesar Rp 5.301 per km. Angka itu jauh di atas kendaraan bermesin ICE diesel sebesar Rp 2.852 per km dan ICE gasoline Rp 2.941 per km.
"Kami berharap ada reformulasi kebijakan fiskal, pertama, ditetapkan standar karbon untuk kendaraan bermotor di Indonesia," kata Syafrudin dalam webinar Proyeksi Dampak Lingkungan dari Pengembangan Mobil Listrik, Minggu (19/12/2021).
Dia mencontohkan, jika mengacu pada standar konsumsi bahan bakar 20 km per liter dengan emisi 118 gr per km, kendaraan yang melebihi ambang buangan tersebut dapat dikenakan penalti.
Baca Juga:
Neta Luncurkan Model Ketiga Mobil Listrik di Indonesia, Dukung Pengurangan Emisi Karbon
Selanjutnya, pungutan penalti dialihkan untuk memberi insentif pada kendaraan yang berhasil menekan emisi di bawah ambang yang ditentukan.
Menurut hitungan KPBB, besaran penalti yang ideal yaitu Rp 2,25 juta per gram, yang merupakan harga teknologi untuk menurunkan emisi kendaraan bermotor.
"Jadi penalti dalam bentuk cukai yang diambil dari kendaraan yang tidak memenuhi standar karbon, dialihkan ke kendaraan yang mampu memenuhi standar karbon," jelasnya.
Dengan demikian, harga jual kendaraan listrik atau yang rendah karbon dapat ditekan menjadi lebih rendah. Paralel dengan usulan kebijakan fiskal melalui skema tersebut, Syafrudin mendorong pemerintah segera menetapkan standar LCEV. [Tio]