WahanaListrik.com | Pemerintah diminta beri sanksi tegas bagi pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban pasok dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) sebesar 25 persen.
Hal ini menyusul adanya kebijakan penghentian ekspor baru bara dalam waktu sebulan sejak 1 Januari 2022 hingga 31 Januari 2022.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan, sektor kelistrikan mengalami penurunan pasokan baru bara, sehingga di bawah ketentuan DMO 25 persen.
Sehingga jika kondisi ini tidak ditangani pemerintah maka akan terjadi permasalah serius yaitu pemadaman listrik karena pembangkit listrik kekurangan energi primernya.
"Jadi pengusaha wajib menyetor 25 persen produksi batu bara ke dalam negeri, rupanya karena pengawasan sulit batu bara diekspor semua lewat pelabuhan-pelabuhan," kata Agus, Minggu (2/1/2022).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Menurut Agus, untuk memberi efek jera bagi pengusaha batu bara yang tidak mau melaksanakan kebijakan DMO 25 persen tidak cukup hanya penghentian ekspor dalam sebulan, perlu diterapkan sanksi yang lebih berat yaitu dengan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Kementerian ESDM harus lebih tegas pengawasannya, aturan dibuat untuk dilaksanakan kalau tidak diberi sanksinya," tegas Agus.
Agus mengungkapkan, jika tidak ada sanksi yang tegas maka pemenuhan DMO 25 bisa tidak ditaati lagi, ini akan merugikan masyarakat jika terjadi pemadaman listrik sebab saat ini 60 persen pasokan listrik Indonesia berasal dari PLTU yang menggunakan batu bara sebagai energi primernya.
"Menurut saya ESDM (Pemerintah) harus tegas kalau nggak tegas yang rugi masyarakat," tutupnya.
Sementara itu, terkait dengan larangan ekspor batu bara selama 1 bulan ke depan, Agus menilai langkah yang diambil pemerintah sudah tepat. Menurut dia, larangan ekspor sementara tersebut akan membuat stok batu bara dalam negeri kembali normal.
"Sebulan penghentian ekspor itu untuk melihat tren apakah kebijakan pemerintah diikuti pengusaha atau tidak," tutur Agus.
Sebagai informasi, tertuang dalam Surat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor B1605/MB.05/DJB.B/2021 tertanggal 31 Desember 2021 perihal Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum.
Larangan ini muncul sebagai tindak lanjut dari laporan dari PLN perihal kondisi persediaan batubara di PLTU grup PLN yang sangat rendah berdasarkan surat dari PLN tertanggal 31 Desember 2021. [Tio]