WahanaLisrik.com | Industri hulu migas selalu memprioritaskan alokasi gas bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Ini sebagai bentuk komitmen sektor hulu migas untuk mendukung penyediaan energi dalam negeri.
Karena itulah, perlu kerja sama produsen dan pembeli untuk memastikan pasokan gas bagi pembangkit listrik aman.
Baca Juga:
Gandeng Mubadala Energy, PLN Siap Maksimalkan Pemanfaatan Gas Bumi
“Mengingat pengembangan gas bumi membutuhkan waktu yang lama, kami sangat berharap perencanaan kebutuhan pasokan gas untuk pembangkit listrik dapat terus dibenahi dan disempurnakan, sehingga pasokan aman dan pengembangan lapangan migas juga berjalan baik,” ujar Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, Arief Setiawan Handoko, Jum’at (7/1/2022).
Arief pun menggarisbawahi besarnya pasokan untuk sektor kelistrikan. Menurut catatan SKK Migas, dari volume gas yang dipasok untuk domestik, penyerapan terbesar adalah sektor industri dengan porsi 28 persen dan sektor kelistrikan 20 persen. Di luar itu, gas bumi juga digunakan untuk kepentingan lain, misalnya untuk lifting minyak bumi serta mendukung program Pemerintah misalnya jaringan gas kota (Jargas) dan bahan bakar gas (BBG).
“Setiap ada cadangan baru, PLN selalu kita prioritaskan untuk kita pasok sebelum kita putuskan untuk memasarkan gas ke pembeli lain,” tegasnya.
Baca Juga:
Gandeng Mubadala Energy, PLN Siap Maksimalkan Pemanfaatan Gas Bumi
Malahan, sebagai pembeli gas bumi, PLN juga mendapatkan keistimewaan dibandingkan pembeli lain, yaitu mendapatkan fleksibilitas untuk memanfaatkan gas dari satu sumber di hulu migas ke beberapa wilayah pembangkit PLN.
Fleksibilitas ini dikenal dengan istilah skema multidestinasi. Penerapan skema ini sudah diterapkan pada beberapa kontrak baik yang pembelinya langsung PLN maupun badan usaha niaga lainnya.
Contoh penerapan skema multidestinasi dengan pembeli langsung PLN adalah pada kontrak suplai gas dari PHE Jambi Merang, Kangean Energy Indonesia Ltd., ConocoPhillips Grissik Ltd., dan Energi Mega Persada.
Sedangkan penerapan skema multidestinasi untuk PLN yang pembelian gasnya melalui badan usaha niaga lain terdapat pada kontrak antara PHE Jambi Merang dengan PGN; ConocoPhillips Grissik Ltd dengan PGN; serta PEP Cepu dengan Pertamina.
Selain memberikan pasokan gas sesuai kontrak, PLN juga menerima penetapan harga gas sebesar US$ 6 per MMBTU. Ini sesuai dengan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri (Permen) Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik.
Dengan begitu, apabila harga aktual berada di atas angka tersebut, porsi penerimaan negara akan dikurangi untuk memastikan PLN tetap menerima harga gas sebesar US$ 6 per MMBTU dan Kontraktor KKS tetap dapat menjalankan proyek hulu migas dengan tingkat keekonomian yang layak.
Lebih lanjut, Arief menegaskan bahwa realisasi pasokan gas untuk domestik dalam 5 tahun terakhir selalu berada di atas 58 persen. Padahal, kewajiban DMO (domestic market obligation) hanya 25 persen.
“Sebenarnya kewajiban DMO sesuai aturan adalah 25 persen dari porsi produksi gas bumi yang menjadi bagian Kontraktor KKS. Sedangkan realisasi pasokan gas untuk domestik selalu melampaui angka tersebut,” ungkapnya. [Tio]