WahanaListrik.com | Pemerintah menargetkan penggantian konsumsi penggunaan liquified petroleum gas atau LPG ke dimethyl ether (DME) pada 2035.
Demikian disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sewaktu Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (23/11/2021).
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Regional JBB Awasi Takaran Isi Tabung LPG 3 kg
Menurut Arifin, konversi LPG menjadi DME ini sudah sukses diterapkan di China.
Saat ini pihaknya sudah melakukan percobaan agar DME bisa dipakai seperti LPG pada tabung 3 kilogram.
"Ini bisa melakukan modifikasi sedikit lagi," kata Arifin sebagaimana diberitakan Kontan, Selasa (24/11/2020). Proyek DME tersebut ditargetkan sudah mulai beroperasi dan dapat direalisasikan antara 2024 atau 2025 dengan produksi sekitar 2,8-3 juta ton.
Baca Juga:
11 Perusahaan Raksasa Batu Bara Bakal Bangun Proyek DME Pengganti LPG
Tak hanya menggantikan LPG, Arifin juga mengungkapkan bahwa hilirisasi batubara dalam bentuk syntetic gas juga bisa dipakai untuk menggantikan gas pipa jika nanti Indonesia kehabisan pasookan natural gas.
"Terutama di daerah Sumatera dan Jawa, di mana nanti gas pipa akan berkurang dan itu bisa kita isi dengan gas syntesa yang berasal dari hilirisasi batubara," pungkasnya.
Mengutip dari Kompas.com, berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian ESDM, sudah ada 4 proyek hilirisasi dalam bentuk gasifikasi batubara yang dijajaki oleh 4 perusahaan.
DME adalah hasil olahan atau pemrosesan sedemikian rupa dari batu bara berkalori rendah. DME memiliki sifat layaknya elpiji meski panas yang dihasilkan sedikit lebih rendah dari elpiji.
Tujuan proyek ini mengurangi ketergantungan pada impor elpiji. Terlebih dari total konsumsi elpiji nasional, sekitar 70 persen diperoleh dari impor.
Melansir indonesia.go.id, program gasifikasi batu bara atau DME dapat meningkatkan nilai tambah dari batu bara. Pembentukan menjadi produk batu bara menjadi gas atau DME merupakan proses konversi batu bara menjadi produk gas.
Sebenarnya, proses gasifikasi batu bara tidak hanya menghasilkan DME, tetapi juga bahan bakar lain dan bahan baku industri kimia.
Dijelaskan dalam situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), karakteristik DME memiliki kemiripan dengan komponen elpiji. DME tediri atas propan dan butana, sehingga penanganan DME dapat diterapkan sesuai elpiji.
DME berasal dari berbagai sumber, baik bahan bakar fosil maupun yang dapat diperbarui. DME merupakan senyawa bening yang tidak berwarna, ramah lingkungan, dan tidak beracun.
Selain itu, DME diklaim tidak merusak ozon, tidak menghasilkan particulate matter (PM) dan NOx, tidak mengandung sulfur, dan mempunyai nyala api biru.
DME mempunyai berat jenis 0,74 pada 60/600 F, dan pada kondisi ruang yakni 250 C dan 1 atm berupa senyawa stabil berbentuk uap dengan tekanan uap jenuh sebesar 120 psig (8,16 atm). DME mempunyai kesetaraan energi dengan LPG berkisar 1,58-1,76 dengan nilai kalor DME sebesar 30,5 MJ/kg dan LPG 50,56 MJ/kg.
Awalnya, DME digunakan sebagai solvent, aerosol propellant, dan refrigerant. Namun, saat ini sudah banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, rumah tangga, dan genset. Dalam uji coba, efisiensi kompor LPG berkisar 53,75-59,13 persen dan efisiensi kompor DME sekitar 64,7-68,9 persen.
Diketahui, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah menyusun road map pengembangan dan pemanfaatan batu bara. Programnya adalah mengoptimalisasi pemanfaatan batu bara dalam negeri dengan penerapan teknologi ramah lingkungan (clean coal technology) hingga 2045.
Satu dari delapan program yang sudah dirancang dalam road map pengembangan dan pemanfaatan batu bara, ialah gasifikasi batubara untuk menghasilkan methanol dan dimethyl ether (DME).
Menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, Sujatmiko, gasifikasi batu bara untuk menghasilkan DME dilaksanakan karena kebutuhan LPG yang semakin meningkat.
Saat ini, sebanyak 75-78 persen konsumsi LPG dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Produk hilirisasi batubara berupa DME dapat mensubstitusi LPG sedangkan methanol untuk menggantikan bahan baku industri kimia.
Dalam paparannya, Sujatmiko menjelaskan pemerintah sudah menyusun gambaran tahapan dalam pengembangan batubara untuk menghasilkan DME dan methanol.
Melansir materi KESDM dalam webinar, pada 2021-2025 diharapkan Indonesia dapat memproduksi 4,56 juta ton DME dan 7,49 juta ton methanol.
Seiring dengan peningkatan gasifikasi pemenuhan DME dan methanol untuk kebutuhan bahan bakar dan industri pada 2026-2030, produksi DME akan meningkat hingga menjadi 5,91 juta ton dan methanol 10,10 juta ton.
Berlanjut hingga 2031-2035, produksi DME akan mencapai 6 juta dan methanol 12,25 juta. Hingga pada akhirnya di 2045 produksi DME mencapai 6,15 juta ton dan methanol 14,13 juta ton. [Tio]