WahanaListrik.com | Pemerintah resmi melarang ekspor batu bara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Hal itu dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.
Baca Juga:
Pendapatan PLN UP3 Cikarang Tembus Rp4,77 Triliun, Pengguna PLN Mobile Capai 93 Persen
"Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin dalam keterangannya, Minggu (2/1/2022).
Lanjut Ridwan, saat pasokan batubara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka situasi akan kembali normal dan bisa ekspor.
"Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," katanya.
Baca Juga:
Konsumsi Listrik Naik, PLN Cetak Pendapatan Rp 25,13 Triliun di Januari 2022
Pemerintah, lanjut Ridwan, telah beberapa kali mengingatkan kepada para pengusaha batubara untuk terus memenuhi komitmennya untuk memasok batubara ke PLN.
Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan ke PLN di bawah kewajiban persentase penjualan batubara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO). Sehingga terakumulasi dan di akhir tahun pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batubara.
Menurutnya, persediaan batubara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi. "Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari Pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1%.