WahanaListrik.com | Pemerintah akan mulai menerapkan pajak karbon mulai 1 April 2022 mendatang.
Akibatnya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan batu bara akan dikenakan pajak karbon senilai USD 2 atau sekitar Rp 30.000 per ton karbon yang dilepaskan bila melebihi batas ketentuan yang diterapkan.
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
Adanya kebijakan ini akan berdampak pada tariff listrik.
Namun Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana menilai dampaknya ke tarif listrik tidak akan begitu terasa.
"Dampaknya ke tarif listrik ada, tapi dengan harga trading Rp 30.000 tersebut dampaknya tidak banyak berpengaruh," kata Rida dalam konferensi pers, Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Baca Juga:
Realisasi Penerimaan Pajak DJP Kalbar Capai 56,99 Persen Hingga Agustus 2024
Rida menjelaskan dengan tarif yang telah ditentukan pemerintah tersebut dampaknya hanya sekitar Rp 58 per kwh.
Sehingga dengan adanya kebijakan ini tidak akan banyak mempengaruhi tarif listrik.
"Sedikit sekali angkanya, hanya 0,58 rupiah (Rp 58) dari kita yang sekarang per kwh Rp 1.400-an. Jadi ini kecil sekali, tidak terasa sebenarnya," ungkap Rida dikutip dari Merdeka.
Rida mengatakan kebijakan tersebut juga baru berlaku untuk para PLTU batu bara yang menghasilkan listrik di atas 100 megawatt.
Sedangkan bagi PLTU dengan kapasitas di bawah 100 megawatt baru dikenakan tarif pajak karbon pada tahun 2023 mendatang.
Menurutnya, dampak pengenaan pajak karbon tidak akan begitu terasa ke masyarakat karena pengenaannya dilakukan secara bertahap. Terlebih sumber energi listrik di Tanah Air tidak semua berasal dari PLTU batubara, ada juga yang menggunakan PLTA, gas bumi, biomassa dan lain-lain. [Tio]