"Artinya perusahaan juga harus memberikan kewajibannya, tapi pelayanan pemerintah kepada masyarakat juga dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga yang tadi batu bara untuk PLN atau pembangkit itu di capping US$ 70 maupun semen dan pupuk di capping US$ 90 itu akan terus dilakukan kajian," katanya.
Sebelumnya, pengusaha batu bara berharap harga DMO dapat mengikuti harga batu bara. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Ia menilai disparitas antara harga batu bara DMO dan khusus ekspor cukup jauh.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
"Kami tidak minta pemerintah untuk menaikan harga karena ini kan domainnya pemerintah. Cuma kalau pengusaha ditanya semuanya pasti maunya harga pasar," katanya.
Pemikiran tersebut terlintas bukan hanya ketika harga batu bara sedang tinggi-tingginya saja. Meski begitu Hendra paham pemerintah mempunyai pertimbangan lain.
"Ini bukan harga tinggi sehingga muncul ada dugaan seolah olah perusahaan mendesak pemerintah meminta harga DMO untuk direvisi. Dari awal pengusaha itu minta harga pasar," katanya.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Hendra mengatakan jika harga DMO direvisi, maka negara akan dapat memaksimalkan berkah dari kenaikan harga batu bara.
Sebaliknya, jika harga batu bara terpuruk, produsen yang kesulitan untuk memasok ke PLN guna memenuhi kewajiban DMO.
"Jadi lebih fair ke harga pasar. Sebelumnya begitu, pemerintah kan berdiri di semua pihak kan," katanya.