Revisi ini rasanya merupakan respon terhadap lambatnya populasi kendaraan bermotor listrik yang jauh dari target.
Untuk kendaraan roda empat saja, penjualan mobil elektrik terus mengalami penurunan. Perbedaan mencolok lainnya adalah formulasi penetapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri atau TKDN.
Baca Juga:
Balai Kemenperin dan Pemda Fasilitasi Pemberian Sertifikat TKDN-IK
TKDN ini meliputi proses manufaktur komponen utama, komponen pendukung, pengembangan (R&D), dan perakitan.
Pada Permenperin yang baru, proses perakitan mendapatkan porsi lebih besar. Untuk periode 2020-2023, TKDN untuk proses perakitan yang mencakup penilaian tenaga kerja dan alat kerja diberikan porsi 20 persen.
Sedangkan pada periode 2024 dan seterusnya, bobot aspek perakitan mencapai 12 persen. Sebaliknya, pada peraturan sebelumnya, TKDN terkait aspek perakitan baik roda dua dan roda empat hanya memiliki bobot 10 persen.
Baca Juga:
Pertamina Gunakan Tingkat Komponen Dalam Negeri Hingga Rp 374 Triliun Selama 2023
Bobot TKDN terbesar adalah aspek manufaktur komponen utama berupa baterai dan drive train sebesar 55 persen, dan komponen pendukung sebanyak 15 persen.
Persoalannya, pada kebijakan baru tersebut, selain mengubah bobot aspek perakitan menjadi lebih besar, juga mengurangi bobot aspek manufaktur komponen pendukung dan komponen utama.
Masing-masing memiliki bobot 10 dan 50 persen (pada 2024 dan seterusnya menjadi 58 persen). Mengikuti arah perubahan ini, pemerintah seakan bermaksud menggenjot importasi kendaraan listrik meskipun dalam bentuk terurai lengkap (CKD) dan terurai tidak lengkap (IKD).