WahanaListrik.com | Keputusan Presiden Joko Widodo untuk melarang ekspor batu bara dinilai dapat memberikan keuntungan bagi Australia.
Apalagi, China selaku pelanggan terbesar atas komoditas tambang tersebut mulai mencari penggantinya.
Baca Juga:
Catat! Boleh Ekspor Batu Bara dengan 3 Syarat Ini
Seorang analis di Fitch Solutions, bagian dari Fitch Group, Sabrin Chowdhury, menyebutkan China pasti akan mencari mitra selain Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi mereka. Apalagi jika kebijakan tersebut diperpanjang kembali.
“Jika larangan ekspor batu bara Indonesia diperpanjang, China perlu menggunakan batu bara Australia sekali lagi, dengan yang terakhir menjadi penerima manfaat utama dari larangan ekspor batu bara Indonesia,” kata Sabrin, seperti dikutip dari harian Northrn Beaches Review, Kamis (6/1/2021).
Sedangkan China saat ini sedang menghentikan pasokan batu bara dari negeri Kangguru tersebut. Tindakan tersebut dilakukan mengingat kedua negara sedang terjadi perdang dagang dalam bentuk kenaikan tarif.
Baca Juga:
Tak Ada Larangan! Keran Ekspor Batu Bara Dibuka Lagi Mulai 1 Februari 2022
Meski begitu, kebijakan tersebut bukan langkah resmi yang diterbitkan oleh pemerintah China.
Sementara itu, analis utama untuk penelitian batu bara Asia Pasifik di Wood Mackenzie, Rory Simington, memandang larangan ini sebenarnya bisa dihindari. Hal itu bisa dilakukan jika koordinasi bisa berjalan dengan baik dalam memenuhi kepentingan dalam negeri (DMO).
"Penghentian ekspor Indonesia akan berdampak besar pada pasar batu bara termal tetapi larangan total untuk Januari tidak perlu dan tidak mungkin diterapkan dalam pandangan kami," ujar Simington.
Sebelum pelarangan ini resmi dilaksanakan selama satu bulan penuh, Simington memprediksi akan terjadi pengiriman 40 juta ton batu bara dari Indonesia. Di mana permintaan fdomestik sendiri hanya berkisar 12 juta ton saja.
“Kami memperkirakan 40 juta ton ekspor Indonesia pada Januari dan total permintaan domestik berada di kisaran 12 juta ton; mengatasi kekurangan apa pun hanya membutuhkan sebagian kecil dari total kapasitas,” tambahnya.
Sementara dalam perdagangan batu bara di China, konsumen bahan bakar terbesar di dunia, melonjak pada Selasa lalu sebagai bentuk kekhawatiran publik terhadap larangan ekspor yang dapat mengancam keamanan energi di beberapa ekonomi terbesar dunia.
Patokan batu bara termal China naik sebanyak 7,8 persen pada hari pertama perdagangan sejak kebijakan itu diumumkan. Kontrak ditutup pada 713,80 yuan (setara dengan Rp1,6 juta) per ton, naik 6,4 persen.
Kenaikan tersebut meruoajan yang terbesar sejak 19 Oktober lalu, ketika harga naik ke rekor 1.848 yuan per ton di tengah defisit pasokan di China yang disebabkan oleh kekurangan dari tambang domestik. [Tio]