WahanaListrik.com | Kota Solo, Jawa Tengah tidak hanya terkenal akan seni dan budaya.
Di kota ini, juga menyimpan sejarah panjang tentang perkembangan industri kelistrikan di Indonesia.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Jauh sebelum hadirnya Perusahaan Listrik Negara (PLN), di kota ini ternyata sudah memiliki perusahaan listrik.
Perusahaan listrik itu pertama kali digagas oleh KGPAA Mangkunegara VI dan Sunan Pakubuwana X pada 12 Maret 1901 yang diberi nama Solosche Electriciteits Maatschappij (SEM).
Gagasan tersebut kemudian diteruskan oleh KGPAA Mangkunegara VII (1916-1944).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dikutip dari laman resmi puromangkunegaran, sebagai perusahaan kelistrikan di wilayah Vorstenlanden, SEM juga mendapat dukungan Kasunanan.
Kehadiran SEM membawa wajah Surakarta atau Solo yang gemerlap di malam hari dengan berbagai aktifitas warga kotanya.
SEM tak hanya memasok listrik, tapi juga mengadakan dan memasang instalasi listrik di wilayah Surakarta.
Keberadaan lampu-lampu, genset, instalasi listrik dan gardu listrik itu saat ini masih dapat dijumpai di Pura Mangkunegaran dan Kraton Kasunanan.
Pada tahun 1902 hingga 1931 pasokan listrik tersebut sempat mengalami kendala. Hingga akhirnya KGPAA Mangkunegara VII melahirkan ide cemerlang untuk mendirikan pembangkit listrik di Kali Samin daerah Tawangmangu, Karanganyar.
Dengan adanya pembangkit listrik itu, diharapkan biaya tarif listrik yang dikeluarkan lebih terjangkau oleh seluruh rakyat di wilayah Praja Mangkunegaran.
Pada 7 November 1932, megapoyek pembangunan pembangkit listrik tenaga air Kali Samin Tawangmangu berhasil dirampungkan dan diresmikan oleh Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara VII yang didampingi para pejabat Praja Mangkunegaran.
Dengan adanya pasokan listrik dari Kali Samin, Mangkunegaran menyulap kawasannya menjadi terang benderang di malam hari serta kegiatan pabrik gula Tasik Madu dan Colo Madu mampu melipatgandakan produksinya.
Pembangunan pembangkit listrik oleh Mangkunegaran merupakan langkah stretegis untuk mencukupi kebutuhan listrik di wilayah Surakarta dan sekitarnya.
Selain mengurangi ketergantungan, mengembangkan jaringan listrik hingga ke pelosok desa sekaligus meningkatkan pendapatan Mangkunegaran.
Setelah Jepang menyerah pada sekutu pada Agustus 1945 dan Indonesia resmi mendeklarasikan kemerdekaannya, sejumlah aset berharga termasuk pabrik-pabrik dikuasai oleh Indonesia.
Dikutip dari laman pln.co.id, pada 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 157,5 MW.
Pada tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pemimpin Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas.
Pada saat yang sama, 2 (dua) perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pengelola tenaga listrik milik negara dan Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai pengelola gas diresmikan.
Pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 18, status Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.
Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan (PKUK) dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang. [Tio]