Dengan harga gas dunia yang sedang tinggi, harga keekonomian LPG mencapai Rp 19.609 per kg.
Sementara harga jual eceran yang dipatok pemerintah sebesar Rp 4.250 per kg. Artinya, ini menjadi beban APBN sebesar Rp 15.359 per kg.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Dengan program konversi kompor ke 15 juta pelanggan penerima manfaat selain bisa menyerap listrik juga bisa menyeimbangkan Current Account Defisit (CAD) negara," tambah Darmawan.
Melalui upaya menjawab tantangan tersebut, Darmawan menjelaskan dari sisi penambahan konsumsi listrik nasional dengan agenda kendaraan listrik dan kompor induksi tersebut diprediksi bisa mencapai 16,4 GWh pada 2024 mendatang.
Dengan pertumbuhan konsumsi listrik tersebut, PLN bisa mengantongi tambahan pendapatan yang mampu menambah kuat posisi keuangan PLN.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Dari ceruk tersebut jika ditotal bisa mencapai laba Rp 22 triliun. Kalau kita kemarin bisa menorehkan Rp 13 triliun dan sudah tercatat sebagai terbesar sepanjang sejarah. Potensi ke depan masih akan lebih besar lagi dan perlu kita perjuangkan bersama," ujar Darmawan.
Ia menilai, untuk bisa menjadi perusahaan energi masa depan perlu keuangan perusahaan yang sehat agar bisa memberikan kontribusi kepada negara.
Selain itu, melalui perusahaan yang sehat juga bisa memberikan multiplier effect bagi masyarakat.