WahanaListrik.com | Pemerintah berencana untuk meningkatkan domestic market obligation (DMO) batu bara dari 25 persen menjadi 30 persen untuk mengamankan pasokan bahan bakar bagi pembangkit listrik dan industri.
DMO merupakan instrumen yang dibuat pemerintah untuk memastikan produksi batu bara RI tetap disalurkan ke dalam negeri di tengah tingginya permintaan ekspor.
Baca Juga:
Tarif Listrik Triwulan IV Tidak Naik, PLN Jaga Pelayanan Listrik Tetap Andal
Selain itu, DMO juga mewajibkan para pelaku usaha pertambangan batu bara menjual komoditas itu seharga US$70 per metrik ton bagi pembangkit listrik untuk kepentingan umum, serta US$90 per metrik ton bagi industri selain smelter.
Ketetapan harga ini memungkinkan harga produk industri hingga tarif listrik tetap stabil. Sebab, harga komoditas ini secara langsung mempengaruhi beban operasional industri maupun pembangkit.
Kebijakan itu ditetapkan meski nilai batu bara di pasar global sedang melonjak tajam di atas US$250 per metrik ton.
Baca Juga:
Bebani Konsumen Listrik, YLKI Desak Pemerintah Batalkan Power Wheeling
DMO dijadikan amunisi bagi pemerintah dalam mengamankan pasokan dalam negeri dengan harga yang telah ditetapkan.
Dalam wacana yang beredar di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Perindustrian, sejumlah kalangan mendorong adanya kenaikan DMO dari 25 persen dari total produksi menjadi 30 persen dari total produksi.
Sebagai gambaran, tahun ini pemerintah menargetkan produksi sebesar 663 juta ton hingga akhir Desember 2022.