Pengiriman data melalui jaringan komunikasi merupakan poin kritikal dalam suatu sistem proteksi. Response time yang dibutuhkan untuk pengiriman data ADS adalah di bawah 10 milliseconds secara point to point.
“HSR ini ibarat sistem syaraf di dalam tubuh manusia. Tugasnya mengkomunikasikan seluruh peralatan untuk menjadi kesatuan sistem proteksi ADS. Data informasi akan muncul di dashboard dan dipantau oleh dispatcher. Bila terjadi gangguan pada sistem telekomunikasi, maka informasi tentang peralatan sistem proteksi ADS akan gagal diterima oleh dispatcher,” kata Munawwar.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Kegagalan komunikasi dalam suatu sistem proteksi dapat berakibat fatal. Gangguan dalam sistem operasi ketenagalistrikan akan lebih lambat untuk diselesaikan. Gangguan dapat meluas sehingga kegiatan masyarakat menjadi terganggu.
Khusus pada Sub Sistem Kesugihan, PLN berpotensi kehilangan pendapatan sekitar 1,2 milyar rupiah/jam karena adanya beban energi sebesar 840 MWH yang tidak tersalurkan ke konsumen.
Protocol High-availability Seamless Redundancy (HSR) yang diimplementasikan oleh PLN UIP2B Jamali adalah yang pertama kalinya digunakan di Indonesia.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Teknologi ini mulai digunakan pada Maret 2021. Sejak pemasangan, telah dilakukan banyak pengujian protocol HSR yang menunjukkan bahwa komunikasi dengan HSR mencapai kecepatan 3 milliseconds secara point to point.
“PLN adalah perusahaan yang adaptif. Guna menjaga keandalan sistem, PLN mengikuti perkembangan teknologi seperti contohnya mengimplementasikan teknologi telekomunikasi dengan protocol HSR untuk sistem ketenagalistrikan yang lebih Andal,” kata Munawwar. [Tio]