Darmawan memastikan, dalam jangka waktu yang pendek ini, kebutuhan untuk memenuhi ideal hari operasi (HOP) untuk kebutuhan batu bara selama 15 hari bisa tercapai dan minimum HOP 20 hari bisa dilalui dengan adanya penugasan suplai batu bara tersebut.
Seperti yang diketahui, sebelumnya, pihak PLN mengatakan untuk mengejar ideal minimal 20 HOP, PLN membutuhkan batu bara sebanyak 20 juta ton. Itu artinya masih ada kekurangan pasokan 2,8 juta ton batu bara lagi.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
"Untuk memastikan ini tidak terjadi lagi di masa lalu, akan ada rapat kordinasi bulanan. Saat ini dari menteri ESDM sudah arahkan hitung-hitungan DMO yang tadinya tahunan menjadi di review bulanan. Artinya pada saat bulan tersebut apabila volume tidak terpenuhi langsung pada akhir bulan langkah koreksi dilakukan," ungkap Darmawan.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menyampaikan, bahwa pelarangan ekspor batu bara masih tetap berlaku hingga 31 Januari 2022.
Masih berlaku sampai 31 Januari 2022, jadi ini belum ada keputusan (dicabut larangan ekspornya). Masih akan dievaluasi oleh para Menteri pada rapat yang setahu saya direncanakan besok (hari Rabu ini)," terang Ridwan.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
Sejak pelarangan ekspor batu bara diberlakukan pada 31 Desember 2021 lalu, kata Ridwan, volume suplai batu bara untuk pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) sudah mengalami perbaikan. Yang semula dikhawatirkan akan memadamkan 17 atau 20 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 10 Giga Watt (GW).
"Sekarang rata-rata sudah dapat dicapai mendekati 15 HOP (Hari Operasi). Jadi sudah mendekat ke sana, efektifitas kewajiban kontrak-kontrak mitra dengan PLN kurang lebih sekarang sudah di atas 60% - 80%-an," terang Ridwan.
Yang terang, sampai hari terakhir ini, kata Ridwan, laporan dari PLN atas kesediaan pasokan batu bara masih sangat dinamis, yang penting secara volume sudah memadai.