Fleksibilitas ini dikenal dengan istilah skema multidestinasi. Penerapan skema ini sudah diterapkan pada beberapa kontrak baik yang pembelinya langsung oleh PLN maupun badan usaha niaga lainnya.
Contoh penerapan skema multidestinasi dengan pembeli langsung PLN adalah pada kontrak suplai gas dari PHE Jambi Merang, Kangean Energy Indonesia Ltd., ConocoPhillips Grissik Ltd., dan Energi Mega Persada.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sedangkan penerapan skema multidestinasi untuk PLN yang pembelian gasnya melalui badan usaha niaga lain terdapat pada kontrak antara PHE Jambi Merang dengan PGN; ConocoPhillips Grissik Ltd dengan PGN; serta PEP Cepu dengan Pertamina.
Selain memberikan pasokan gas sesuai kontrak, melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri (Permen) Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik, PLN menerima penetapan harga gas sebesar US$6 per MMBTU.
Apabila harga aktual berada di atas angka tersebut, porsi penerimaan negara akan dikurangi untuk memastikan PLN tetap menerima harga gas sebesar US$6 per MMBTU dan Kontraktor KKS tetap dapat menjalankan proyek hulu migas dengan tingkat keekonomian yang layak.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Arief mengatakan perlu kerja sama produsen dan pembeli untuk memastikan pasokan gas bagi pembangkit listrik aman.
“Mengingat pengembangan gas bumi membutuhkan waktu yang lama, kami sangat berharap perencanaan kebutuhan pasokan gas pembangkit listrik dapat terus dibenahi dan disempurnakan sehingga pasokan aman dan pengembangan lapangan migas juga berjalan baik,” jelas Arief.
Pasokan LNG untuk pembangkit listrik PLN sempat dipertanyakan, bahkan presiden Joko Widodo juga langsung berkomentar meminta stakeholder untuk mengamankan pasokan gas.