WahanaListrik.com | Menteri ESDM Arifin Tasrif memberi sinyal harga BBM subsidi seperti harga Pertalite dan solar subsidi akan naik. Tak hanya BBM, harga LPG 3 kg juga akan naik.
Arifin Tasrif menilai kenaikan harga Pertalite dan Solar merupakan langkah strategis pemerintah dalam menghadapi dampak kenaikan harga minyak mentah dunia.
Baca Juga:
Pertamina Bantah Warna Keruh Bikin Pertalite Jadi Boros
"Dalam (strategi) jangka menengah dan panjang penyesuaian harga Pertalite, minyak Solar, dan mempercepat bahan bakar pengganti (kendaraan listrik, bahan bakar gas, bioetanol, maupun BioCNG)," ujarnya, baru-baru ini.
Sementara itu, muncul usulan harga Pertalite naik Rp 2.000-Rp 3.000. Saat ini harga Pertalite Rp 7.650 per liter.
Pertamina pun angkat bicara mengenai usulan kenaikan harga Pertalite ini.
Baca Juga:
Viral karena Jual BBM Rp 8.900, Siapa Pemilik SPBU Vivo?
"Penyesuaian harga BBM subsidi kewenangannya ada di Pemerintah," kata Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, SH C&T PT Pertamina (Persero) Irto Ginting kepada media di Jakarta.
Diakui Irto, pihaknya belum menerima usulan kenaikan harga Pertalite. Pihaknya masih menunggu arahan dari Pemerintah.
"Coba ditanya ke kementerian," katanya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sebagian besar masyarakat diyakini belum siap jika harga-harga kebutuhan pokok ini naik seperti BBM subsidi hingga LPG 3 kg.
"Kalau ditanya konsumen siap atau tidak, tentu sebagian besar menjawab tidak, makanya pemerintah harus berdiri di tengah sebagai policy maker, melihat semua aspek secara menyeluruh sebelum menerapkan kenaikan harga," ungkapnya dalam Market Review IDX Channel.
Lebih lanjut, struktur masyarakat Indonesia dari sisi kemampuan finansial cukup kompleks, ada masyarakat mendekati miskin, miskin, hingga sangat miskin.
Pergeseran harga komoditas penting seperti BBM, LPG dan listrik tentu akan menggeser jumlah masyarakat yang tadinya mendekati miskin menjadi miskin dan seterusnya.
Menurutnya, masyarakat memang sudah memahami bahwa sebagian komoditas energi Indonesia diimpor dari luar negeri. Indonesia 'hanya' bisa memproduksi minyak dengan kapasitas 700-800 ribu barel, namun kebutuhan dalam negeri mencapai 1,6 juta barel.
"Tapi jika kebijakan ini bersama-sama dilakukan, impactnya perlu dimitgasi. Perlu diperhatikan, target berapa persen, aspek makronya yang terdampak apa saja perlu dikalkulasi," ungkap Komaidi. [Tio]