WahanaListrik.com | Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menuding pembentukan holding dan subholding PLN oleh Menteri BUMN sebagai bentuk liberalisasi ketenagalistrikan nasional.
Ia menyebut dengan pembentukan holding dan subholding nantinya PLN hanya akan mengurus menara listrik saja. Sementara tugas lainnya akan diambil alih pihak lain di luar kewenangan perusahaan plat merah tersebut.
Baca Juga:
Gegabah Kebijakan Komoditas, Pemerintah Ditagih Aprindo Utang Rp344 Miliar Satu Harga Minyak Goreng
"UUD 1945 menegaskan bahwa cabang usaha penting dan strategis dikuasai oleh negara. UU Ketenagalistrikan menegaskan bahwa ketenagalistrikan adalah cabang usaha penting yang dikuasai negara,” kata Mulyanto.
“Ditambah lagi dari hasil JR UU Ketenagalistrikan, khususnya dalam aspek usaha kelistrikan yang “terintegrasi” dari hulu ke hilir (bundling-unbundling), ditetapkan MK, bahwa bentuk unbundling PLN tidak dibenarkan (inkonstitusional secara bersyarat), sehingga sektor ini menjadi tidak dikuasai negara," tambah Mulyanto.
Karena itu Mulyanto menolak kebijakan Kementerian BUMN Erick Thohir untuk membentuk holdiing dan subholding PLN. Ia minta Pemerintah membatalkan kebijakan tersebut, sampai RUU BUMN disahkan.
Baca Juga:
Anggota Komisi VII DPR Minta Pemerintah Bentuk Kembali BATAN
"Secara umum soal holding-sub holding untuk BUMN ini masih multitafsir. Definisi anak perusahaan itu adalah BUMN atau bukan BUMN, juga masih harus diperjelas,” imbuh dia.
RUU BUMN yang tengah diharmonisasi Baleg DPR RI saat ini memperjelas hal tersebut.
Berdasarlan hal tersebut, saya tidak ingin sektor kelistrikan ini diliberalisasi oleh pemerintah. Soal kelistrikan ini adalah wilayah monopoli negara, dalam hal ini PLN.