WahanaListrik.com | Saat bulan Ramadhan, beragam jajanan akan tumpah ruah di berbagai sudut jalan, diburu oleh banyak orang.
Mulai dari gorengan yang menggoda, aneka es menyegarkan, hingga bubur manis mengenyangkan.
Baca Juga:
140 Pelajar Konvoi Buka Puasa 'On The Road’ Ditangkap Polres Jakpus
Orang-orang menyebutnya, takjil.
Istilah takjil telah lama melekat pada makanan-makanan ringan pembuka puasa.
Bagaimana awal mula kemunculan istilah ini?
Baca Juga:
Bersama Berbagi di Bulan Suci, Ormas Pemuda Batak Bersatu Jakbar Berbagi Takjil
Kata takjil berasal dari bahasa Arab ta'jil yang berarti menyegarkan berbuka. Artinya, mereka yang berpuasa sebaiknya segera berbuka saat magrib tiba dengan menu yang mudah didapat. Misalnya, seteguk air atau sebuah kurma.
"Istilah ta'jil ini kemudian mempunyai makna baru di Indonesia yaitu penganan khas untuk berbuka puasa; seperti kolak, aneka kue, dan minuman segar lainnya," jelas pakar kuliner Arie Parikesit suatu waktu seperti diberikan Kumparan.
Makna baru ini akhirnya diserap dalam bahasa Indonesia menjadi takjil dan terdaftar dalam KBBI.
Artinya; makanan kecil untuk berbuka. Kini, ta'jil atau takjil punya dua makna di Indonesia, tergantung dari konteksnya.
Istilah ini semakin populer di Indonesia sejak 10 - 20 tahun belakangan.
Banyak kajian-kajian agama dan industri rumah makan yang kerap memakai istilah takjil. Promo free takjil juga sering diadakan untuk menarik minat orang-orang yang hendak berbuka puasa di luar rumah.
Awal mula kemunculan menu takjil populer
Biasanya, menu yang tak pernah absen tersaji sebagai takjil adalah kolak, bubur manis, gorengan, hingga aneka es.
Menurut Arie, kepopuleran menu kolak sebagai takjil di Indonesia tak lepas dari penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.
Kala itu, para wali menyebarkan agama sembari memasak penganan yang; terbuat dari pisang kepok, ubi jalar, dan gula merah.
Makanan ini lantas jadi menu takjil populer dengan penambahan isian lain. Mulai dari kolang kaling, labu parang, ubi kayu, tapai, hingga nangka.
“Dari situ kebiasaan makanan yang manis untuk berbuka mulai menyebar. Aneka bubur manis, kue manis, dan es jadi favorit untuk mengembalikan energi usai berpuasa,” terangnya.
Sedangkan, menu gorengan baru muncul setelah minyak goreng dikenal luas. Masyarakat mulai punya kebiasaan baru dalam berbuka puasa, menyantap gorengan bercita rasa manis maupun gurih.
Sementara itu, Amaliah, staf peneliti makanan tradisional dan keragaman pangan lokal Nusantara Pusat Studi Pangan & Gizi UGM mengungkapkan, menu khas Ramadhan muncul dari pemanfaatan bahan-bahan yang ada di alam.
Keragaman komunitas yang ada di Indonesia juga punya pengaruh cukup besar.
Tiap periode, akan muncul tren makanan baru sesuai komunitas atau akulturasi yang terjadi.
“Di Jakarta, dengan berbagai komunitas yang ada, muncul banyak sekali ragam makanan untuk berbuka. Mulai dari bubur kampiun, ragam kolak, dan lain lain,” pungkasnya. [Tio]