WahanaListrik.com | Menurut penelitian yang sedang dilakukan di Murdoch University, Australia Barat makanan yang membusuk di kulkas bisa diubah menjadi kosmetik.
Di kawasan pemukiman Jandakot, kota Perth, lebih dari 100 ton sampah makanan dari tempat pembuangan akhir diubah menjadi energi di fasilitas anaerobik, yang dibangun oleh perusahaan Richgro.
Baca Juga:
YLKI Desak Regulasi Wajib, Konsumen Harus Tahu Bahaya Lemak Trans di Makanan
Energi yang dihasilkan menjadi sumber listrik di fasilitas tersebut, sisanya dialirkan ke jaringan Western Power untuk kemudian dipakai menerangi 3.000 rumah.
Sambil berusaha meningkatkan kelayakan finansial dari sistem anaerobik tersebut, mahasiswa PhD Chris Bühlmann menemukan cara untuk membuat asam laktat, yang dapat diproses menjadi produk komersial lainnya seperti kosmetik dan pemrosesan makanan.
"Penelitian ini tidak hanya meningkatkan jumlah uang yang bisa dihasilkan dari pengolahan [seperti ini], tetapi juga bertujuan untuk mendapatkan nilai lebih dari sisa makanan yang hilang, dan mungkin menghasilkan plastik yang juga dapat terurai secara hayati," kata Chris.
Baca Juga:
BPOM Perkenalkan Regulasi Baru untuk Jamin Keamanan Konsumen Daring
"Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui," ujarnya.
Chris mengatakan proses menghilangkan asam laktat dalam proses yang dilakukan di fasilitas anaerobik Richgro mengurangi kandungan metana sebesar 20 persen dalam memproduksi energi.
Namun, menurutnya penurunan metana menghalangi potensi peluang komersial.
"Perkiraan kami, akan terlihat penurunan [dalam produksi metana], tetapi tidak signifikan seperti yang kami duga sebelumnya," katanya dikutip dari viva.
"Tetapi kemudian kami melihat peningkatan pendapatan yang cukup signifikan yang dapat diperoleh hanya dengan memperkirakan nilai asam laktat yang kami lihat dalam literatur."
Manfaat finansial dan sosial Fasilitas milik Richgro menggunakan makanan yang dibuang, seperti buah dan sayuran, pai isi daging, susu dan limbah pembuatan bir dari toko dan pabrik produsen.
Chris yakin ada manfaat lisensi ekonomi dan sosial bagi bisnis yang mengirimkan limbah mereka ke fasilitas anaerobik, ketimbang ke tempat pembuangan akhir.
"Ongkos membuang limbah adalah antara AU$150 hingga AU$250 (Rp 1,5 sampai Rp 2,5 juta) per ton, yang malah berakhir menumpuk di suatu tempat. Sementara jika Anda membawanya ke sini [fasilitas anaerobik], Anda membayar kurang dari itu," ujarnya.
"Dan pada dasarnya Anda juga menghasilkan energi terbarukan, mengurangi emisi gas rumah kaca dan semuanya itu."
"Perusahaan pasti senang jika mereka bisa mengatakan telah mengurangi limbah, tapi mereka juga ingin memastikan membuangnya dengan cara yang benar."
"Saya rasa begitu konsumen mulai mendengar lebih banyak tentang fasilitas semacam ini dan memahami ke mana limbahnya, maka keberlangsungannya akan lebih baik."
Perkiraan awal yang dilakukan oleh Chris dan tim dari Murdoch University menemukan pemanfaatan asam laktat dari proses anaerobik layak secara finansial.
Tapi ia mengatakan ada lebih banyak hal yang harus dilakukan untuk membuktikan teori tersebut.
"Ada titik di mana Anda membutuhkan cukup sisa makanan [agar prosesnya bisa berjalan]. Tapi dari jumlah sisa makanan yang dibuat, pastinya ada sebagian besar yang bisa dimanfaatkan," katanya. [Tio]
Artikel ini diterjemahkan oleh Erwin Renaldi dari laporan dalam bahasa Inggris