WahanaListrik.com | Ribut-ribut soal ganti rugi tanah masyarakat yang belum tuntas di proyek Bendungan Bener, Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Ganjar Pranowo akhirnya buka suara.
Dalam pertemuan dengan Forum Pemred, Kamis (17/2/22), Gubernur Jawa Tengah ini mengatakan, sampai saat ini sudah ada 3.970 bidang tanah dengan luas sekitar 4 juta meter persegi (68,77%) sudah diselesaikan pembayarannnya kepada warga.
Baca Juga:
Tambang Andesit Wadas, Ganjar: Pemerintah Tak Cari Untung
Kemudian ada 269 bidang tanah seluas sekitar 241,000 meter persegi (4,08%) masih proses SPP (surat permintaan pembayaran), 162 bidang tanah seluas sekitar 148.722 meter persegi (2,52%) dalam perbaikan administrasi, 44 bidang tanah seluas 45.545 meter persegi (0,77%) masih dalam proses musyawarah, ada 169.060 meter persegi (2,86%) yang mendapatkan gugatan perdata.
"Ini semua ada di bendungan dan sudah berproses bendungannya sudah bekerja di tapak bendungan," kata Ganjar.
Menurut Ganjar, secara keseluruhan ada 617 bidang tanah yang terkait dalam proyek pembangunan Bendungan Bener di Wadas.
Baca Juga:
Bikin Gaduh dan Ganggu Citra Polisi, IPW Desak Kapolda Jateng dan Kapolres Purworejo Diperiksa
Di mana yang sudah direalisasikan pengukurannya ada 318 bidang, dan sisanya ada 299 bidang belum selesai diukur.
Dari 299 bidang tanah yang belum selesai proses pengukurannya tersebut, kata Ganjar, terdiri dari 28 bidang yang sudah setujui diukur, 94 bidang masih belum setuju, dan 177 bidang tanah yang pemiliknya masih ragu-ragu.
"Ini semua terbuka, saya kasih datanya. Silakan ini on the record, silakan dipublikasikan," ujar Ganjar.
Ia menekankan bahwa tanah yang di Wadas seluruhnya ada 617 bidang. Dan jumlah itu mencapai 1,2 juta meter persegi atau 21% dari luas tanah di Wadas.
Kemudian ada gugatan-gugatan yang pernah berjalan, lalu ada yang sudah setuju dan ada yang belum.
Terkait beredarnya informasi bahwa ada kandungan bahan tambang yang lebih berharga lagi di bawah tanah di lokasi akan dibangun Bendungan Bener, Ganjar mengatakan informasi itu tidak benar.
Menurut Ganjar, lokasi pembangunan bendungan itu sudah diteliti oleh pihah Kementerian ESDM, dan dari penjelasan pihak Dirjen Minerba Kementerian ESDM bahwa lokasi itu tidak perlu izin penambangan, karena tak ada bahan tambangnya.
"Di bawahnya (di dalam tanah) ada sesuatu, tidak. Itu sudah dikunci. Dirjen Minerba Kementerian ESDM sudah menyampaikan ya bahwa kenapa idenya itu dijadikan satu dan tidak perlu izin penambangan," ujar Ganjar yang mengakui masalah ini juga yang kemudian telah memicu polemik di Wadas.
Ganjar juga menjelaskan tentang kawasan pembangunan Bendungan Bener itu dijadikan satu kawasan untuk tujuan menjadi efisien.
Ia mencontoh hal yang sama terjadi saat pembangunan lokasi pabrik semen di Rembang, Jateng yang lokasi lahannya juga terintegrasi, dan sekitar 9 juta meter persegi lahannya dialokasikan hanya untuk pembangunan bendungan.
Dan di lokasi itu juga tidak ada penjualan batu, dan pengerjaan bendungan untuk kepentingan pabrik semen di Rembang dilakukan Kementerian PUPN melalui BUMN yang ada di antaranya PT Brantas.
Masalah seperti di Wadas, kata Ganjar, memerlukan sosialisasi yang tuntas kepada masyarakat sehingga seluruh informasi terkait proses pembangunan benar-benar diketahui oleh masyarakat dengan data-data yang dipertanggungjawabkan oleh semua pihak yang berkepentingan di dalamnya, termasuk pemerintah.
Menurutnya, hal seperti itu perlu diluruskan karena kalau tidak diluruskan bisa bahaya.
"Dan yang begini ini sebenarnya itulah forum yang dibutuhkan untuk sosialisasi, sehingga tidak ada keraguan orang, dan dijelaskan dengan baik," ujar Ganjar.
Terkait isu ia memiliki agenda politik terkait Pilpres 2024 di Desa Wadas, Ganjar mengaku tidak tertarik bicara soal itu.
"Nggak ada urusan saya,"kata Ganjar. "Saya urusannya pekerjaan ini harus selesai dan harus ada yang bertanggungjawab, gitu aja. Itu kalau kita lihat kondusif."
Menurut Ganjar, insiden di Desa Wadas memang cukup mengejutkan banyak pihak.
Meski demikian, Ganjar menilai insiden di Desa Wadas terjadi karena adanya komunikasi yang kurang tuntas.
"Saya mencoba untuk memberikan informasi ke publik dengan gaya saya," jelas Ganjar. [Tio]