WahanaListrik.com | Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia menyelenggarakan diskusi publik dalam rangka diseminasi kajian akademik yang disusun secara komprehensif oleh Universitas Sebelas Maret (UNS), Rabu (26/1/2022).
Diskusi ini bekerja sama dengan PT ThorCon Power Indonesia berlangsung di Kampus Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta.
Baca Juga:
Jepang Tegaskan Pelepasan Air Olahan ALPS Fukushima Penuhi Standar Keamanan Internasional
Salah satu ide besar yang mendasari kajian ini adalah mengenai urgensi energi nuklir masuk dalam bauran energi di Indonesia sehingga mampu mencapai target net zero emission pada tahun 2060 serta mendukung pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kesejahtaraan secepatnya.
Sebagaimana diketahui bahwa, sumber energi saat ini didominasi dengan penggunaan fosil batu bara (PLTU) yang mana persediaannya makin menipis, bahkan pemerintah sudah menetapkan paska 2030 sudah tidak ada lagi PLTU yang dibangun.
Untuk itu diperlukan energi transisi dengan kemampuan dan keekonomian yang sama dengan batu bara, tentunya tanpa emisi dan ramah lingkungan.
Baca Juga:
Utusan China Serukan Pengawasan Internasional atas Pembuangan Nuklir PLTN Fukushima
Sebagaimana pesan presiden pada kata sambutan EBTKE connex 2021 bahwa program transisi energi tidak boleh membebani masyarakat dengan menaikan tarif listrik maupun membebani APBN melalui subsidi.
Bila berkaca pada kasus Jerman dan Prancis yang memilih jalur transisi energi yang berbeda, dimana Jerman memilih untuk menutup nuklir dan memanfaatkan energi angin dan surya.
Sedangkan Prancis mengandalkan energi nuklir sebagai bauran utama.
Berdasarkan fakta dan data intensitas karbon (CO2 per kwh) Jerman 4 kali lebih kotor dibanding Prancis.
Melihat dari data tersebut, jelas terbukti bahwa dengan mengandalkan energi nuklir sebagaimana yang dilakukan Prancis dapat menjadi solusi praktis untuk mencapai net zero emission.
Prof. Ir. Ari Handono Ramelan M.Sc. (Hons), Ph.D, dalam paparannya menyampaikan bahwa, jika melihat dari segi karakteristik yang intermiten, maka bauran energi yang ada saat ini belum dapat memenuhi persyaratan untuk mengganti energi fosil.
Hal ini dikarenakan ketergantungannya terhadap musim dan cuaca.
“Sehingga dibutuhkan baterai penyimpan untuk menstabilkan frekuensi dan pembangkit back up bila pembangkit intermiten tidak bekerja. Sedangkan nuklir mampu beroperasi pada lahan yang kecil selama 24 jam, kapan saja dimana saja dan tidak bergantung kepada musim maupun cuaca. Dapat disimpulkan bahwa nuklir merupakan solusi praktis untuk mencapai net zero emission,” papar Prof Ari.
Diskusi ini menghadirkan pembicara yang berasal dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS, dari Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UNS, dan juga pembahas dari Sekolah Ilmu Lingkungan yaitu Dr. Ahyahuddin Sodri, S.T. M.Sc.
Melalui diseminasi kajian ini, disepakati bahwa PLTN harus dipertimbangkan untuk masuk bauran energi di Indonesia pada tahun 2030-2035 untuk mencapai net zero emission.
Selain itu, kajian akademik ini juga memperlihatkan fakta dan kebenaran bahwasanya nuklir merupakan solusi praktis dari perubahan iklim (climate change) serta energi ramah lingkungan dan berkelanjutan. [Tio]