WahanaListrik.com | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang berusia 81 tahun.
Penahanan ini berkaitan dengan dugaan suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Perubahan Tahun Anggaran 2014-2015 Provinsi Riau.
Baca Juga:
LHKPN Hanya Rp 51 Miliar, Kejagung Temukan Rp 1 Triliun dan 51 Kg Emas di Rumah Zarof
Annas Maamun sebelumnya pernah ditahan KPK karena terjerat operasi tangkap tangan.
Dia divonis 7 tahun dan sudah bebas karena mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo.
Annas kembali ditetapkan sebagai tersangka KPK sejak 2015.
Baca Juga:
Kasus Investasi Fiktif Taspen, KPK Dalami Penempatan Reksadana PT IIM
Sudah ada 78 saksi yang diperiksa dalam kasus ini dan penyidik menyita uang sebesar Rp 200 juta.
"Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk 20 hari ke depan terhitung tanggal 30 Maret 2022 sampai 18 April 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2022).
Lebih lanjut, Karyoto menjelaskan kronologi penahanan Annas. Kata dia, tim penyidik awalnya menjemput paksa Annas di kediamannya yang ada di Pekanbaru, Riau.
Tindakan ini dilakukan karena KPK menilai Annas tak kooperatif memenuhi panggilan.
Sebelum ditahan, Annas juga sudah diperiksa kesehatannya. "Hasilnya dinyatakan sehat sehingga AM dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan lanjutan," tegasnya.
Adapun kasus ini bermula saat Annas menjabat sebagai Gubernur Riau pada periode 2014-2019 dan mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 ke Ketua DPRD Provinsi Riau yag dijabat oleh Johar Firdaus.
Hanya saja, dalam usulan itu ternyata ada beberapa item terkait alokasi anggaran yang diubah.
"Di antaranya mengenai pergeseran anggaran perubahan untuk pembangunan rumah layak huni yang awalnya jadi proyek Dinas PUPR jadi proyek yang dikerjakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD)," jelas Karyoto.
Karena usulan anggaran ini tak kunjung menemui kesepakatan, Karyoto bilang, Annas kemudian menawarkan uang dan fasilitas lain seperti pinjaman kendaraan dinas. Tujuannya, agar usulannya bisa disepakati.
"Selanjutnya atas persetujuan dari Johar Firdaus mewakili anggota DPRD, sekitar September 2014 diduga tersangka AM merealisasikan janjinya dengan memberikan sejumlah uang melalui beberapa perwakilan anggota DPRD dengan jumlah sekitar Rp 900 juta," ungkapnya.
Atas perbuatannya, Annas sebagai pemberi suap kemudian disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Dalam kasus ini, KPK sebenarnya sudah menetapkan beberapa tersangka. Mereka adalah Johar Firdaus yang merupakan mantan Ketua DPRD Provinsi Riau periode 2009-2014 serta Suparman yang merupakan anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009-2014 dan menjabat sebagai Bupati Rokan Hulu saat itu. [Tio]