WahanaListrik.com | Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulsel menilai permasalahan sampah di Makassar dan sekitarnya tidak bisa diselesaikan dengan pendirian Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Kepala Departemen Advokasi dan Kajian WALHI Sulsel, Slamet Riadi memaparkan kondisi eksisting pengelolaan sampah di Kawasan Strategis Nasional (KSN) Mamminasata (Maros, Sungguminasa, Makassar, dan Takalar).
Baca Juga:
Saat Diskusi 'Digusur karena Bandara IKN', 9 Petani Kaltim Ditangkap Polisi
Menurutnya, penduduk KSN Mamminasata sebanyak 2.882.340 penduduk dan menghasilkan sampah sebanyak 0,817 ton per tahun. Tiap orang menghasilkan 0,51 kg sampah per hari.
"Artinya, volume sampah yang kita hasilkan itu jumlahnya meningkat drastis tiap tahun dan tidak didukung oleh kondisi TPA yang memadai baik dari sistem pengelolaan maupun infrastrukturnya," ujarnya
Khusus Kota Makassar, ia melihat bahwa implementasi pengurangan sampah plastik yang tertuang dalam Perwali No. 70 tahun 2019 tentang pengendalian penggunaan kantong plastik belum maksimal.
"Kota Makassar sudah ada aturannya dalam bentuk Perwali, namun itu belum maksimal untuk menekan produksi maupun pemakaian kantong plastik di masyarakat maupun industri," jelasnya.
Tidak hanya itu, Slamet Riadi juga menyoroti solusi permasalahan sampah dengan menjadikan sampah sebagai bahan baku energi listrik atau dikenal dengan istilah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
"Dari kajian kami, PLTSa itu dari aspek anggaran sangatlah boros. Nah, dari aspek lingkungannya sekitar 70 persen hasil pembakaran sampah untuk energi listrik itu akan menghasilkan fly ash dan bottom ash (FABA) yang masuk kategori B3 karena mengandung dioksin. Inilah yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan," tegasnya.
Terkait dengan solusi, Slamet Riadi menjelaskan bahwa seharusnya anggaran yang besar untuk pembangunan PLTSa diarahkan untuk biaya penanganan sampah seperti pemilahan, pengumpulan, dan pengelolaan sampah.
Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar mendata setiap orang di Makassar menghasilkan sampah rata-rata 0,6 kg per hari.
Baca Juga:
4 Harimau Mati, Walhi Desak Medan Zoo Segera Ditutup
Bila penduduk Kota Makassar sebanyak 1,5 juta maka menghasilkan 1.100 ton per hari di TPA Antang.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar Aryati Puspasari Abady menuturkan bila tak ada pemilahan antara sampah organik dan anorganik maka beban Tempat Pembuangan Akhir atau TPA akan semakin berat.
"Sampah terbesar itu 56 persen dari sampah organik, sisa makanan," kata Puspa, sapaannya, Senin (21/2/2022).
Padahal menurutnya, bila sampah dapat dikelola dengan baik, maka memiliki dampak positif terhadap permasalahan iklim.
Pengelolaan sampah dikatakannya harus dimulai dari sumber utama penghasil sampah tersebut, sehingga emisi yang dihasilkan dapat dikurangi.
Tidak hanya itu, jika dikelola dengan baik, sampah dapat memberikan nilai ekonomi dan bermanfaat sebagai penghasilan bagi masyarakat.
"Sampah yang punya nilai ekonomi jangan buang di tempat sampah. Itu disalurkan ke bank sampah," ucapnya.
Di sisi lain, Puspa mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan penyemprotan menggunakan Eco Enzim untuk menekan bau tak sedap di TPA. Eco Enzim merupakan cairan alam serbaguna yang merupakan hasil fermentasi dari gula, sisa buah, sayuran dan air.
"Ini bisa mengurangi bau di TPA, kita akan teliti kualitas udara terlebih dulu sebelum penyemprotan. Kita mau lihat apakah ada perubahan signifikan terhadap kualitas udara setelah penyemprotan," paparnya. [Tio]