Asosiasi juga menyebarkan kontak bagi pelaku usaha yang ingin memasok batu bara ke PLN melalui 085930319744.
"Harus saya cek ke tim [jumlah pelaku usaha yang telah menghubungi asosiasi]. Tapi yang menghubungi saya sudah ada 2 pelaku usaha. Nanti kami cek lagi," ujarnya.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sebelumnya, pemerintah melarang ekspor batu bara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, IUPK Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Langkah ini dilakukan guna menjamin terpenuhinya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik. Kurangnya pasokan ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Jamaludin mengatakan bahwa larangan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pada 20 pembangkit listrik tenaga uap berbahan batu bara.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 PLTU dengan daya sekitar 10.850 mega watt [MW] akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional," katanya.
Pemerintah berjanji akan kembali mengizinkan ekspor komoditas emas hitam apabila pasokan batu bara sudah dipenuhi. Kementerian akan mengevaluasi kebijakan ini pada 5 Januari 2022. [Tio]