"Bayangkan kebutuhan setahun waktu itu kalau tidak salah 60 juta ton (termasuk IPP), sekarang mungkin sudah 90 juta ton. Kebijakan ini memang mengakibatkan risiko kekurangan stok saat krisis menjadi lebih besar seperti sekarang terjadi," tuturnya.
"Tapi yang paling sering terjadi dan mengakibatkan persoalan besar pasokan adalah harga ekspor yang mencapai lebih dari US$ 200 per ton, sementara khusus untuk PLN sesuai ketentuan Menteri ESDM sebesar US$ 70 per ton dengan harga final sesuai kualitas yang diperlukan dihitung sesuai formula pada Permen ESDM," paparnya.
Baca Juga:
Maraknya Penyalahgunaan Arus untuk 'Strum' Manusia, ALPERKLINAS Desak PLN Perketat Pengawasan
Seperti diketahui, pemerintah sudah mengeluarkan peraturan tentang kewajiban memasok batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) yang harus diikuti sebesar 25% dari produksi setiap penambang setiap tahunnya dan dengan batas harga maksimal US$ 70 per ton.
"Tapi pengalaman pada tahun 2008, 2018 dan sekarang menunjukkan permasalahan selalu di sini walau penambang punya macam-macam alasan. Pemerintah memang harus tegas soal kebutuhan batu bara dalam negeri, sebagaimana telah terbit kebijakan yang terakhir, akan melarang ekspor apabila DMO tidak dipenuhi penambang," tuturnya.
"Saya pikir ini yang harus ditertibkan pemerintah. Perlu diketahui, sesuai Undang-Undang, batu bara itu milik negara yang dikelola pemerintah dan penambang pada dasarnya adalah kontraktor pemerintah untuk menghasilkan batu bara. Negara hanya menerima royalti dan pajak," jelasnya.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Soroti Ancaman 'Power Wheeling' dalam RUU EBET Prolegnas 2025
Dengan tinggi luar biasanya harga batu bara di pasar internasional, sejauh ini tetap tidak ada pajak tambahan lain yang diterima oleh negara, misalnya pajak progresif. Ini artinya, penambang memperoleh keuntungan yang sangat besar dan dinikmati sendiri.
"Rasanya tidak adil kalau penambang tidak memenuhi DMO dengan harga standar US$ 70 per ton. Apakah harga standar dalam negeri untuk listrik ini merugi? Pasti tidak, sudah untung. Biaya pokok produksi batu bara pernah dihitung konsultan, hanya US$ 20-30 per ton tergantung rasio ketebalan lapisan tanah untuk menemukan batu bara," ungkapnya.
Dia pun mengingatkan kala harga batu bara sedang terpuruk seperti pada 2015 atau 2016, bahkan 2019, para penambang juga memasok sebanyak-banyaknya kepada PLN karena bisa menjamin keberlangsungan bisnis para penambang.