"Sungguh tidak adil kalau saat harga tinggi di luar negeri, kebutuhan dalam negeri ditinggalkan," ujarnya.
Menurutnya, dalam kontrak yang ada memang ada pengenaan denda atau penalti bagi penambang yang mangkir dari kontrak. Namun karena harga pasar internasional tengah melonjak luar biasa, sehingga harga tersebut jauh lebih menggiurkan dan tak sebanding dengan pengenaan denda yang tertuang dalam kontrak.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Masyarakat Proaktif Laporkan Pohon dan Bangunan yang Berpotensi Ganggu Jaringan Listrik
"Ada denda, tapi keuntungan ekspor jauh lebih besar dari nilai denda," tandasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil kebijakan untuk melakukan pelarangan ekspor batu bara periode 1 hingga 31 Januari 2022 bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi, dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dan PKP2B.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa langkah ini harus diambil dan bersifat sementara guna menjaga keamanan dan stabilitas kelistrikan dan perekonomian nasional.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Desak Pemerintah Daerah dan PLN Kolaborasi Cek Keandalan Lampu Penerangan Jalan Umum demi Keselamatan Pengguna Jalan
Kurangnya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik pada akhir Desember 2021 dan Januari 2022 ini mengancam pasokan listrik bagi 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri di Jawa, Madura, Bali (Jamali), maupun non Jamali.
Hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total daya sekitar 10.850 Mega Watt (MW) terancam padam bila pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tak kunjung dipasok oleh perusahaan batu bara.
"Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kita akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," ujarnya dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Sabtu (1/1/2022).