Disebutkan PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.
Pada periode November 2017 sampai Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.
Baca Juga:
Terkait Korupsi KA, Kejagung Periksa Tiga Mantan Kepala BTP Sumbangut
Kemudian, PT PLN (persero) dan penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi kurang lebih 10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.
"Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3000 set tower di luar kontrak dan addendum," ujar Ketut.
Selanjutnya, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tersebut, peyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan bertempat di tiga titik lokasi yaitu PT. Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik seseorang bernama SH.
Baca Juga:
Korupsi Tata Niaga PT Timah, 3 Eks Kadis ESDM Babel Dituntut 6 Hingga 7 tahun Penjara
Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PT. PLN (persero).
Ketut menjelaskan, tim penyidik Kejagung hari ini memeriksa tiga orang saksi yang terkait dengan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Tower Transmisi Tahun 2016 pada PT PLN (persero).
Mereka adalah MD selaku General Manager Pusmankom PT PLN Kantor Pusat Tahun 2017-2022; C selaku Kepala Divisi SCM PT PLN Kantor Pusat Tahun 2016; dan NI selaku Kepala Divisi SCM PT PLN Kantor Pusat Tahun 2021.