Di sisi lain, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, sebagian besar masyarakat diyakini belum siap jika harga-harga kebutuhan pokok ini naik seperti BBM subsidi hingga LPG 3 kg.
"Kalau ditanya konsumen siap atau tidak, tentu sebagian besar menjawab tidak, makanya pemerintah harus berdiri di tengah sebagai policy maker, melihat semua aspek secara menyeluruh sebelum menerapkan kenaikan harga," ungkapnya dalam Market Review IDX Channel.
Baca Juga:
Pertamina Bantah Warna Keruh Bikin Pertalite Jadi Boros
Lebih lanjut, struktur masyarakat Indonesia dari sisi kemampuan finansial cukup kompleks, ada masyarakat mendekati miskin, miskin, hingga sangat miskin.
Pergeseran harga komoditas penting seperti BBM, LPG dan listrik tentu akan menggeser jumlah masyarakat yang tadinya mendekati miskin menjadi miskin dan seterusnya.
Menurutnya, masyarakat memang sudah memahami bahwa sebagian komoditas energi Indonesia diimpor dari luar negeri. Indonesia 'hanya' bisa memproduksi minyak dengan kapasitas 700-800 ribu barel, namun kebutuhan dalam negeri mencapai 1,6 juta barel.
Baca Juga:
Viral karena Jual BBM Rp 8.900, Siapa Pemilik SPBU Vivo?
"Tapi jika kebijakan ini bersama-sama dilakukan, impactnya perlu dimitgasi. Perlu diperhatikan, target berapa persen, aspek makronya yang terdampak apa saja perlu dikalkulasi," ungkap Komaidi. [Tio]