Menurut Aip, sebelum memutuskan untuk melakukan aksi mogok produksi, pihaknya telah menjalankan berbagai usulan dari para anggota Gakoptindo. Di antaranya adalah mengadu kepada pemerintah, mengganti bahan baku dengan kedelai lokal hingga akhirnya berujung pada aksi mogok.
"Akhir 2021 Desember itu harga kedelai mulai naik dan naiknya tiap hari. Sehingga kita resah. Jadi beberapa daerah, kabupaten, kelompok (perajin) gimana ini, gimana ini, ada yang usul kita bilang ke pemerintah, ada yang bilang cari kedelai lokal, tapi tidak ada. Atau kita usul pemerintah bantu menaikkan harga (tahu tempe), atau minta subsidi, paling tidak terakhirnya mogok," ucapnya, saat dihubungi VOI, Jumat, 18 Februari.
Baca Juga:
Pelindungan Konsumen Sistem Pembayaran
"Itu sejak Desember 2021. Suara anggota itu saya sampaikan ke pemerintah, namun ternyata dari pemerintah Desember, Januari, sekarang sudah pertengahan Februari action konkret di lapangan tidak ada," sambungnya.
Menurut Aip, jika aksi mogok tersebut tak kunjung membuat harga kedelai mengalami penurunan, maka perajin bakal menaikkan harga jual tahu dan tempe sebesar 10 hingga 20 persen di pasaran.
Karena itu, Aip meminta maaf kepada masyarakat pecinta tahu dan tempe jika harga di pasaran mengalami kenaikan. Ia menekankan, harga terpaksa naik lantaran harga bahan baku mengalami kenaikan.
Baca Juga:
Menuju Satu Dekade Memberi Manfaat, Pemerintah Terus Dorong KUR untuk Usaha Produktif
Aip mengatakan bahwa saat ini harga rata-rata kedelai mencapai Rp11.000 hingga Rp11.500 per kilogram (Kg) di pulau Jawa. Sementara, harga mencapai Rp12.000 per Kg di Aceh, Kalimantan, atau Sulawesi.
"Kami dari perajin tempe tahu minta maaf kepada masyarakat pecinta tempe tahu karena ini terpaksa, terpaksa dan terpaksa kita ini. Jadi minta maaf," tuturnya. [Tio]