Namun, yang saat ini dipermasalahkan buruh adalah terkait dengan penerima dari program tersebut.
"Kalau penerima subdisi upah adalah buruh yang bergaji Rp 3,5 juta ke bawah, itu hanya didapatkan untuk buruh di daerah yang industrinya kurang," ucapnya.
Baca Juga:
Wamenkeu Suahasil: Pemerintah Fokus Jaga Strategi Jangka Menengah-Panjang Ditengah Ketidakpastian Global
Misalnya, Pacitan dan Boyolali yang memang tidak banyak terdapat industri. Sedangkan buruh yang bekerja di Jabodetabek, Surabaya, Gresik, Pasuruan, Mojokerto, hingga Pasuruan tidak akan mendapat subdisi upah.
Dalam kaitan dengan itu, Said Iqbal meminta agar pelaksanaan subsidi upah dilakukan kepada semua pekerja, baik yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan maupun yang tidak menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Jangan hanya dibatasi bagi buruh yang terdaftar di dalam kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.
Baca Juga:
Sri Mulyani: Pembangunan Infrastruktur harus Berkelanjutan, Inklusif, dan Tangguh Iklim
"Rakyat Indonesia kan sama. Jangan membuat kebijakan yang diskriminatif. Kalau ada buruh yang tidak ikut BPJS yang salah adalah pengusaha yang tidak mendaftarkan buruh tersebut sebagai peserta BPJS. Jadi tidak adil kalau mereka tidak diberikan subdisi upah atas sesuatu yang bukan kesalahannya," katanya.
"Di Kabupaten Bekasi UMK-nya adalah Rp 4,79 juta. Jadi dengan skema subsidi upah diberikan kepada buruh yang mendapatkan upah minimum, buruh di Bekasi dan kota-kota industri yang lain pun akan mendapatkan subdisi upah," ucapnya.
Kemudian, lanjut Iqbal, dengan skema ini, tentunya akan terjadi lonjakan terhadap penerima subdisi upah. Karena itu, pemerintah harus menyesuaikan anggaran yang diperlukan agar mencukupi.