Farah Zaidi, seorang warga Brooklyn, mengatakan meskipun penyelenggara mengklaim salat tarawih untuk tujuan memberikan citra Islam sebagai agama damai, namun dia mengatakan tidak jelas apa yang akan dicapai acara publik itu selain sebagai tontonan.
"Apakah mereka akan benar-benar membungkam Times Square, yang secara harfiah merupakan tempat paling keras dengan musik keras di mana-mana, sementara mereka melafalkan kata-kata Allah yang paling indah? Semoga berhasil,” ujarnya.
Baca Juga:
Polres Subulussalam Berikan Pengamanan Salat Tarawih di Bulan Ramadhan
Sami Rizwan, warga lainnya, mengatakan kepada MEE bahwa uang yang digunakan SQ untuk mendanai acara tersebut dapat digunakan untuk memberi makan para tunawisma atau kelompok rentan lainnya di kota tersebut.
"Saya yakin dia menghasilkan banyak uang sebagai YouTuber. Tapi dia bisa menggunakannya untuk memberi makan seribu orang. Dia bisa menyumbangkannya ke salah satu pantries. Tidak semuanya harus mencolok,” ujarnya.
Middle East Eye menghubungi departemen Perizinan New York untuk mengkonfirmasi status resmi acara tersebut, tetapi tidak mendapat tanggapan pada saat publikasi.
Baca Juga:
Antisipasi Menyambut Ramadhan: Bupati Gorontalo Utara Tinjau Pasar Tradisional
Juga tidak jelas apakah ada masjid, walikota atau pihak berwenang setempat yang mendukung proyek tersebut atau terlibat dalam penyelenggaraan acara tersebut.
Sebelumnya, Trafalgar Square London pernah mengadakan pertemuan buka puasa sebelum dimulainya pandemi coronavirus, tetapi belum menjadi tuan rumah salat Tarawih.
Seperti diketahui, umat muslim mengikuti kalender lunar dan metodologi pengamatan bulan dapat menyebabkan berbagai negara menyatakan awal Ramadan satu atau dua hari terpisah.