Lalu yang ketiga, selisih antara harga yang diberikan PLN dan harga market batu bara akan diberikan oleh BLU melalui iuran yang diterima dari perusahan batu bara. Besaran iuran akan disesuaikan secara periodik berdasarkan selisih antara harga pasar yang dibeli PLN dan US$70 per ton.
Dengan menggunakan skema pungutan batubbara melalui BLU, tarif royalti domestic bisa disamakan dengan ekspor karena harga batu bara pembelian PLN akan sama dengan harga pasar.
Baca Juga:
5 Juragan Batu Bara RI, Juaranya Punya Harta Rp 378 T
Dalam rekomendasi Kemenko Marves dikatakan bahwa penerapan DMO saat ini yang mematok harga batu bara pembangkit listrik sebesar US$70 per ton menimbulkan beberapa masalah diantaranya banyak produksi batu bara Indonesia yang tidak bisa memenuhi spesifikasi batu bara dari PLN, baik dari sisi kalori maupun sulfur.
Hal ini menyebabkan mereka tidak bisa memenuhi ketentuan DMO yang dipersyaratkan.
Di sisi lain, ketentuan denda/penalti terhadap mereka yang spesifikasinya tidak bisa memenuhi ketentuan PLN atau tidak memperoleh kontrak dari PLN.
Baca Juga:
Kenaikan Harga Batu Bara, PLN Was-was Kekurangan Pasokan
Kemudian penetapan harga beli batu bara dengan acuan US$70 per ton sesuai dengan praktik yang ada saat ini, telah menyebabkan distorsi di pasar.
Pada saat harga batu bara kurang dari US$70 per ton, banyak pihak berusaha mendapatkan kontrak PLN namun pada kondisi sebaliknya, mereka tidak komit untuk mensuplai PLN karena lebih menguntungkan dijual ke pasar ekspor.
Usulan untuk penerapan DMO batu bara PLN dapat dimodifikasi dengan menggunakan skema pungutan batu bara untuk dapat mensubsidi pembelian batu bara PLN di harga pasar.